telusur.co.id - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sudah di depan mata, pekerja ramai-ramai cairkan klaim BP Jamsostek via OL. Korban PHK butuh dana Jaminan Hari Tua (JHT) cepat, tapi karyawan dan petinggi BP Jamsostek kerja di rumah atau work from home (WFH).
Data BP Jamsostek, selama Triwulan I 2020, klaim JHT BP Jamsostek mencapai 621.597 pengajuan, dengan total manfaat yang dibayarkan sebesar Rp 7,6 triliun atau meningkat 13,28%.
Memasuki Triwulan II menanti lebih dari 2.8 juta Pekerja korban PHK, akankah klaim JHT BP Jamsostek bisa ditangani hanya dengan pola OL dan WFH selama Covid-19?
Demikian pembahasan diskusi online (OL) Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kornas MP BPJS) dengan topik : Adakah Tanggung Jawab Sosial BP Jamsostek di Tengah Pademik Covid-19?
Hadir sebagai narasumber yakni Sri Meliyana (Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Gerindra), Sarman Simanjorang (Waketum DPP Asosiasi Pedagang Pasar Se-Indonesia/APPSI), Boyamin Saiman, SH (Advokat/Penggugat Perppu Covid-19 di MK), Wagiyanto (Ketua PC FSP TSK SPSI Kota Bandung/ Sekretaris Korwil MP BPJS Jawa Barat). Peserta diskusi OL terdiri dari Korwil MP BPJS se Indonesia, Pegiat Jamsos dan Pers, dengan host diskusi OL Hery Susanto Ketua Kornas MP BPJS, pada Rabu 29/4/2020.
Hery Susanto host acara diskusi OL tersebut memulai dengan membuka pembicaraan terkait adanya jutaan korban PHK, mayoritas peserta BP Jamsostek. Ibarat banjir bandang klaim BP Jamsostek di tengah pademik Covid-19.
"Dalam sikon normal saja pelayanan OL BP Jamsostek masih banyak hambatan apalagi dengan hanya andalkan pola OL/drop box, justeru jajaran direksi, dewas dan karyawan BP Jamsostek malah WFH, padahal BP Jamsostek dinilai tidak termasuk instansi yang diliburkan dalam pandemic Covid-19, fokus pada pelayanan sektor keuangan dan kebutuhan hidup dasar pesertanya," kata Hery Susanto.
Sri Meliyana mengatakan saat ini Komisi IX DPR RI sedang membahas hal tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak direksi dan dewas BP Jamsostek sejak tanggal 28-29 April 2020 ini.
“Kami sudah menegur keras pihak BP Jamasostek agar tidak WFH, harusnya tetap berkantor dengan protokol Covid-19, kami anggota parlemen saja tetap ngantor,” katanya.
Menurut Sri Meliyana, justeru saat wabah pandemik Covid-19, terjadi PHK dimana-mana terhadap pekerja. BP Jamsostek jangan berpikir sempit hanya untuk internalnya sendiri.
“Awal triwulan I saja sudah 620 an ribu pekerja yang ajukan klaim JHT, ke depan diprediksi akan bertambah lagi klaim JHT korban PHK. Mereka butuh uang JHT sebagai hak pekerja selama pakai system OL saja bermasalah. Pendaftaran OL selalu penuh, macet, jangan persulit pekerja untuk itu. Pembayaran JHT pekerja yang diterima pun justeru masih kurang selama hadapi Covid-19 bahkan hadapi ancaman krisis kebutuhan pokok, dimana empati dan tanggung jawab jajaran direksi BP Jamsostek,” katanya.
Ia menegaskan bahwa BP Jamsostek harus mereformulasi kebijakan untuk menjalankan tanggung jawab sosial bagi para pekerja yang menjadi pesertanya. Bantuan yang digalang pihak BP Jamsostek dari kalangan karyawannya memang sedikit membantu tapi itu bukan bersifat kelembagaan dan sedikit sekali. Tidak sebanding dengan jumlah pesertanya yang capai puluhan juta dan dana jamsos yang dikelolanya sejumlah Rp 431 triliun itu.
“Kami mendesak agar BP Jamsostek mereformulasi kebijakan yang bisa membantu maksimal pekerja khusus korban PHK dan terdampak Covid-19. Jangan hanya andalkan bantuan hasil sumbangan karyawan BP Jamsostek. Buat kebijakan kelembagaan yang bertanggung jawab secara sosial jangan hanya bisa ambil iuran peserta, revisi biaya kegiatan yang tidak perlu alihkan untuk membantu pekerja yang terdampak Covid-19,” katanya.
Wagiyanto mewakili kelompok pekerja mengatakan bahwa klaim JHT via OL membuat pekerja harus merogoh kocek lagi urus dokumen-dokumen klaim dengan scanning dan daftar OL, pekerja masih banyak yang gagap teknologi.
“Lapak Asik OL BP Jamsostek membingungkan pekerja dalam urus klaim JHT. Tidak ada sosialisasi dan edukasi ke pekerja, tolong agar pelayanan dipermudah, sikon normal sebelum Corona saja sering bermasalah apalagi hanya andalkan OL,” katanya.
Sarman Simanjorang mewakili kelompok pengusaha mengatakan pihaknya meminta agar BP Jamsostek kembali menerapkan pola kerja ke kantor dengan menyesuaikan standar Covid-19. Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, anggota parlemen bahkan birokrasi pemerintahan saja masih menerapkan bekerja di kantor.
“Jika BP Jamsostek WFH jelas tidak peka dengan realita lapangan, bagaimana mereka bisa tahu ada persoalan klaim JHT maupun krisis ekonomi yang dihadapi pengusaha maupun pekerja jika dirumah saja. Harus turun lah ke kantor hingga lapangan, jalankan fungsi pelayanan jangan hanya terima laporan staf,” katanya.
Boyamin Saiman, selaku advokat mengatakan tidak sepatutnya jajaran BP Jamsostek WFH, harus lihat fakta bagaimana itu jutaan pekerja ajukan klaim.
“Hak pekerja harus dilayani jangan dipersulit, jajaran direksi BP Jamsostek jangan hanya berorientasi kepentingan pribadi, dapat gaji, tunjangan bahkan menuntut tamtiem sebagai haknya tapi maunya WFH. Urus pelayanan klaim pekerja korban PHK yang lagi sulit keuangan akibat krisis dampak Corona. Jika tidak bisa tanggung jawab sosial secara kelembagaan berikan pelayanan untuk hak pekerja yang ajukan klaim mereka,” katanya.
Ia pun mendesak agar BP Jamsostek tidak boleh menerapkan “winback” kepada pekerja yang klaim JHT nya dibayarkan. Winback terjadi di banyak daerah dialami oleh pekerja yang sudah cairkan dana JHT nya. Besarannya variatif hingga ratusan ribu rupiah, sebagai pengalihan daftar ulang pekerja dari peserta pekerja formal menjadi peserta pekerja informal.
“Jangan mencari alasan menarik dana winback pekerja, mereka sudah di PHK tidak sedang bekerja. Jangan cari alasan winback bersifat sukarela dan tidak memaksa. Kalau tidak bisa cari solusi tanggung jawab sosial beri manfaat tambahan terhadap pesertanya, jangan malah tarik winback uang peserta untuk daftarkan ulang sebagai pekerja informal. Berikan pelayanan terbaik dan bayarkan klaim JHT pekerja, winback itu tidak ada dasar hukumnya sama dengan pungli dan membebani pekerja,” pungkasnya.