telusur.co.id - Masyarakat jagat maya tengah digegerkan dengan pemberitaan pilot dan co-pilot dari maskapai Batik Air tertidur saat bertugas dari Jakarta-Kendari selama 28 menit. Berdasar keterangan dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), kejadian tersebut terjadi karena pekerja tidak memiliki waktu istirahat yang cukup. 
 
Kejadian tersebut tentu mengundang perhatian banyak khalayak masyarakat termasuk Pakar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Universitas Airlangga (UNAIR), Dr Putri Ayuni Alayyannur SKM MKKK turut berikan komentar. Ia mengatakan, hal yang dialami oleh pilot dan co pilot itu merupakan kelelahan atau fatigue dalam bekerja. 
 
“Kejadian ini tak dapat dimungkiri dapat terjadi di berbagai pekerjaan, tak hanya penerbangan saja. Istirahat yang minim menyebabkan penurunan tingkat fokus sehingga pekerja tidak maksimal dalam bekerja. Hal ini perlu menjadi pertimbangan dan evaluasi bagi pihak maskapai juga,” jelasnya. 
 
Dr Putri menambahkan, seorang pilot dan co-pilot mengemban amanah yang besar, terutama membawa ratusan penumpang dalam melakukan sekali penerbangan. Kesiapan fisik dan jasmani dari pilot tentu menjadi prioritas utama selama bertugas. 
 
Trust Issue

Pakar K3 itu menerangkan, kejadian tersebut menimbulkan dampak yang signifikan bagi dunia penerbangan. Kelalaian tersebut dapat menimbulkan korban jiwa jika tidak tertangani dengan baik secara cepat, terutama bagi penumpang dan para kru pesawat. 
 
Selain itu, kejadian tersebut dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada maskapai. Masyarakat akan menilai bahwa maskapai tidak mempersiapkan penerbangan dengan baik serta lalai dalam melakukan pengawasan pada pilot dan co-pilot. 
 
“Kepercayaan masyarakat merupakan salah satu hal esensial pada dunia penerbangan. Untuk membangun kepercayaan ini, tak dapat dibangun dalam waktu yang singkat terutama bagi maskapai kenamaan Indonesia yakni Batik Air,” 
 
Terapkan Work Life Balance

Dosen Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Unair itu menyebutkan salah satu hal yang dapat meminimalkan kelalaian dan kelelahan dalam bekerja, yakni work life balance. Dengan menerapkan work life balance efektif dalam mengatur jadwal bekerja dan jadwal istirahat. Ia menambahkan, perlu adanya kajian dan analisis mendalam terkait jam kerja yang tepat setiap pilot dan co-pilot. 
 
“Semisal, seorang pilot tidak memungkinkan untuk memiliki waktu istirahat yang cukup setidaknya terdapat pilot pengganti. Sebagai contoh, pilot A dan co pilot B melakukan penerbangan dari pukul 8 hingga 10, maka pilot A dan co pilot B dapat melakukan rehat sejenak di bandara bukan di atas pesawat, selain itu kebutuhan gizinya juga perlu diperhatikan,” urainya. Senin, (18/3/2024).
 
Terlepas dari permasalahan K3, menurut keterangan dari salah satu dari mereka memiliki waktu yang kurang untuk istirahat dikarenakan harus menjaga buah hatinya bersama istri. Menurutnya, rencana undang undang terkait cuti 40 hari bagi suami yang istrinya melahirkan perlu segera direalisasikan. 
 
“Perlu diingat, tugas menjaga anak tak hanya tugas seorang istri, namun juga tugas seorang ayah agar tugas menjaga anak ini tidak terasa berat oleh sebelah pihak saja. Rencana undang-undang terkait cuti 40 hari untuk suami dengan istri yang melahirkan merupakan program yang strategis dan harus segera diimplementasikan,” bebernya.
 
Tak lupa, Pakar K3 itu berpesan bahwa, pentingnya kebijakan dalam menyeimbangkan jam kerja dan jam istirahat yang sesuai dengan jenis pekerjaan. Riset mendalam harus dilakukan untuk menciptakan kebijakan yang tepat. 
 
“Dengan hal ini tentu sudah saatnya kita memperhatikan hal kecil yang berdampak besar. Hal ini tak dapat dipandang sebelah mata lagi, dan dengan peristiwa tersebut dapat mengambil hal positif untuk melakukan evaluasi lebih dalam,” tegasnya. (sat/ari)