The Coretax Effect: Inovasi DJP yang Menguji Kesabaran Wajib Pajak? - Telusur

The Coretax Effect: Inovasi DJP yang Menguji Kesabaran Wajib Pajak?


Telusur.co.id -Oleh: Alifia Najwa Rizkya dan Jasmine Khalila Zahra, Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Coretax merupakan sistem administrasi perpajakan baru yang dikembangkan DJP untuk menggantikan berbagai aplikasi pajak terdahulu yang terpisah-pisah. Melalui Coretax, seluruh proses perpajakan mulai dari pendaftaran, pelaporan, pembayaran, hingga pengawasan digabung dalam satu platform digital terintegrasi. Modernisasi ini bertujuan menciptakan pelayanan yang lebih cepat, efisien, dan akurat, sekaligus memperkuat pengawasan berbasis data. DJP berharap Coretax dapat menjadi fondasi transformasi digital menuju era big data perpajakan sehingga proses pajak menjadi lebih sederhana bagi wajib pajak dan lebih efektif bagi otoritas pajak.

Namun di lapangan, perjalanan menuju modernisasi ini justru terasa melelahkan bagi banyak pengguna. Alih-alih langsung meningkatkan efisiensi, banyak wajib pajak dan konsultan menghadapi error, gangguan teknis, serta perubahan alur kerja yang membingungkan. Dengan kata lain, Coretax memang inovasi besar, tetapi belum sepenuhnya menjadi inovasi yang memudahkan.

Berdasarkan wawancara lapangan yang dilakukan penulis, ditemukan bahwa implementasi Coretax menyisakan sejumlah tantangan teknis maupun prosedural. Berikut rangkuman tantangan-tantangan yang muncul di lapangan.

1. Kendala akses login
Banyak pengguna menyampaikan bahwa proses masuk ke sistem membutuhkan waktu lama, bahkan gagal sama sekali. Masalah ini tidak hanya menghambat wajib pajak individu, tetapi juga memperlambat pekerjaan konsultan pajak yang mengelola banyak klien secara bersamaan.

2. Gangguan teknis seperti error dan server down
Sistem Coretax sering mengalami perlambatan, fitur tertentu tidak dapat digunakan, hingga muncul bug pada tahap-tahap penting seperti pelaporan pajak, pembuatan faktur, maupun impor data. Dalam wawancara, beberapa narasumber menekankan bahwa gangguan paling sering terjadi menjelang tenggat pelaporan. Pada saat-saat kritis tersebut, server kerap melambat atau bahkan tidak dapat diakses sehingga seluruh proses administrasi berhenti dan menambah tekanan kerja pengguna.

3. Kendala terkait fitur impersonate
Masalah ini muncul ketika orang pribadi yang bertindak sebagai pengurus atau penanggung jawab perusahaan gagal melakukan impersonate sehingga tidak dapat mewakili perusahaan dalam mengakses layanan tertentu.

4. Hilangnya fitur tertentu
Salah satu contohnya adalah hilangnya fitur mass-download bukti potong yang tersedia pada sistem sebelumnya. Ketiadaan fitur ini memaksa pengguna mencari solusi alternatif seperti menggunakan ekstensi pihak ketiga, yang tentu tidak sepraktis dan tidak seaman fitur bawaan sistem resmi.

5. Saldo deposit pajak terpotong tanpa kejelasan
Sistem Coretax menggunakan mekanisme mirip dompet digital (e-wallet), yakni wajib pajak harus menyetor dana terlebih dahulu dan saldo akan terpotong saat pelaporan dilakukan. Namun berdasarkan laporan pengguna, terdapat kasus ketika saldo yang telah disetor justru hilang sehingga proses pelaporan tidak dapat dilanjutkan. Masalah ini bukan hanya menghambat kepatuhan, tetapi juga dapat menimbulkan sanksi administrasi berupa denda.

6. Ketidaksinkronan data
Misalnya nomor faktur pajak yang tidak sesuai dengan basis data atau tidak muncul sebagaimana mestinya. Ketidaksesuaian ini membuat pengguna harus melakukan pengecekan manual atau mengulangi proses impor data, yang tentu memakan waktu lebih lama.

7. Kendala pengiriman OTP (One-Time Password)
Banyak pengguna menyatakan bahwa OTP sering terlambat masuk bahkan tidak terkirim sama sekali. Karena OTP menjadi syarat untuk login dan mengakses sejumlah layanan penting, gangguan ini membuat pengguna tidak dapat mengakses sistem meski telah mencoba berkali-kali.

Di atas kertas, Coretax terlihat menjanjikan, tetapi di lapangan ceritanya jauh lebih rumit. Karena itu, penting mendengar cerita dari mereka yang berada di garis depan: para konsultan dan akademisi yang bersentuhan langsung dengan Coretax.

Wawancara dilakukan dengan seorang konsultan pajak. Ia menegaskan bahwa perubahan sistem memang membawa harapan, tetapi implementasinya masih merepotkan dibanding sistem sebelumnya.

“Karena memang Coretax secara sistem belum sempurna, jadi ada momen-momen di mana Coretax error. Jadi kalau kita balik lagi ke belakang, akan lebih cepat kita ngerjainnya pada saat masih masing-masing gitu. Tapi kalau mungkin Coretax-nya sudah berjalan dengan lancar, sudah enggak ada error segala macam, itu jauh akan lebih, lebih bagus kalau dikerjain dari Coretax, lebih enak,” kata seorang konsultan pajak melalui wawancara mendalam, Senin (25/08/2025).

Selain masalah teknis, proses adaptasi pengguna juga menjadi sumber kerepotan tersendiri. Seorang akademisi perguruan tinggi sekaligus praktisi menekankan bahwa tingkat kesulitan pengguna sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan literasi pajaknya.

“Jika sudah terbiasa, maka menggunakan Coretax juga akan lebih mudah. Masalahnya ada di user experience karena orang harus belajar ulang dari sistem lama,” ungkap akademisi tersebut melalui wawancara mendalam, Kamis (14/08/2025).

Dengan kata lain, pengguna baru akan menghadapi tantangan lebih berat, sementara panduan, tutorial, dan pelatihan tidak selalu membantu secara efektif, terutama karena perubahan sistem sering tidak diiringi pembaruan panduan.

Keresahan mengenai efektivitas Coretax juga terlihat dari pandangan konsultan pajak yang menilai bahwa Coretax membawa keunggulan integrasi, tetapi belum tentu lebih efektif dalam praktik harian.

“Kalau kita ngomongin lebih baik, ada dua hal ya. Mungkin karena Coretax ini baru, mungkin dari sisi efektivitas masih lebih efektif yang lama. Cuma kalau ngomongin lebih efisien yang mana, lebih efisien yang Coretax. Karena di Coretax sekarang ini semua terintegrasi. Kalau sebelum Coretax itu masih dibagi, PPN itu punya aplikasi sendiri namanya e-Faktur. PPh 21 juga sebelum TER itu ada namanya e-SPT 21 dan lain-lain. Ada juga di DJP Online terkait unifikasi dan lain-lain,” kata seorang konsultan pajak melalui wawancara mendalam, Senin (25/08/2025).

Komentar ini menunjukkan paradoks utama Coretax: sistem baru memang lebih efisien karena seluruh proses dipusatkan, tetapi belum lebih efektif karena gangguan teknis dan proses adaptasi justru memperlambat pekerjaan.

Kritik para praktisi dan akademisi tersebut pada dasarnya tidak menolak modernisasi perpajakan, melainkan menyoroti celah implementasi yang perlu segera dibenahi agar tujuan Coretax benar-benar tercapai. Pesan tersiratnya sama: masalah utama bukan pada inovasinya, tetapi pada kesiapan sistem dan pendampingan pengguna. Artinya, DJP tidak perlu mundur dari transformasi digital yang dibutuhkan adalah penyempurnaan teknis, peningkatan stabilitas sistem, dan ekosistem pendukung yang responsif. Jika suara pengguna dijadikan dasar evaluasi, maka Coretax memiliki peluang besar untuk bergeser dari inovasi yang merepotkan menjadi inovasi yang memudahkan.

Berangkat dari temuan lapangan tersebut, berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi tantangan teknis yang ada.

  1. Periksa koneksi internet.
  2. Gunakan perangkat berbeda atau mengganti browser seperti Chrome atau Firefox.
  3. Hindari akses di jam sibuk.
  4. Bersihkan cache dan history browser.

Untuk kendala spesifik, pengguna dapat menghubungi bantuan resmi melalui:

  1. Kring Pajak 1500200.
  2. Live chat melalui situs DJP di pajak.go.id.
  3. Kunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.
  4. Email ke pengaduan@pajak.go.id

Tinggalkan Komentar