telusur.co.id - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada dua Anggota KPU RI pada tiga bulan pertama atau Triwulan I 2020. Dua Anggota KPU RI itu adalah Wahyu Setiawan dan Evi Novida Ginting Manik.
Wahyu Setiawan, yang berstatus Teradu perkara nomor 01-PKE-DKPP/I/2020, diberhentikan tetap dalam sidang pembacaan putusan pada 16 Januari 2020.
Dalam persidangan saat itu, Anggota Majelis DKPP, Ida Budhiati menyebut Wahyu terbukti melanggar Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, serta melanggar PKPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU.
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan yang diadakan 15 Januari 2020, Wahyu mengakui bahwa dirinya melakukan komunikasi baik melalui sarana telekomunikasi maupun bertemu langsung dengan Agustiani Tio Fridelina, Saeful diketahui Teradu sebagai orang partai dan Doni yang diketahui sebagai pengacara yang aktif mengurus proses PAW Anggota DPR Riezky Aprilia dengan Harun Masiku dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) Dapil Sumatera Selatan I.
Sementara itu, Evi Novida Ginting Manik yang berstatus sebagai Teradu VII dalam perkara yang teregistrasi nomor 317-PKE-DKPP/X/2020 dijatuhi sanksi serupa dalam sidang pembacaan putusan pada hari ini, Rabu (18/3/20).
Perkara ini diadukan oleh Hendri Makaluasc, yang memberikan kuasanya kepada Hanif Fajri. Hendri mengadukan sebelas penyelenggara Pemilu yang terdiri atas tujuh penyelenggara Pemilu dari KPU RI dan empat penyelenggara Pemilu dari KPU Provinsi Kalbar.
Sebelas penyelenggara Pemilu tersebut diadukan terkait perubahan perolehan suara yang diraih Hendri di 19 desa yang terdapat di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau.
Hendri merupakan Calon Legislatif (Caleg) DPRD Provinsi Kalbar untuk Daerah Pemilihan (Dapil) Kalbar 6.
Hendri menduga perolehan suaranya telah masuk pada perolehan suara Caleg DPRD Provinsi Kalbar Partai Gerindra Nomor urut 7 Dapil Kalbar 6, Cok Hendri Ramapon.
Dalam pertimbangan putusan dijelaskan Evi sebagai Koordinator Divisi (Kordiv) Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu KPU RI memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak bisa dipertanggungjawankan validitas dan kredibilitasnya.
Dengan demikian Evi dinilai bertanggungjawab penuh untuk mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait penetapan dan pendokumentasian hasil pemilu.
Evi sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat penetapan hasil pemilu yang tidak bisa dipertanggungjawankan validitas dan kredibilitasnya.
Ia terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf c dan d, Pasal 6 ayat 93) huruf a dan f, juncto Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a dan b, Pasal 15 huruf d, e dan f dan Pasal 16 huruf e Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Selain itu, dalam pertimbangan putusan, majelis juga menyebut bahwa Evi pernah terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu dan dijatuhi sanksi Peringatan Keras untuk perkara 330-PKE-DKPP/XI/2019 dan 06-PKE-DKPP/I/2020.
Sebelumnya, Evi juga sempat dijatuhi sanksi berupa Peringatan Keras dan Pemberhentian dari Jabatan Kordiv Sumber Daya Manusia KPU RI dalam sidang pembacaan putusan pada 10 Juli 2019.
Saat itu, ia berstatus sebagai Teradu VI untuk perkara nomor 31-PKE-DKPP/III/2019.[Fhr]