telusur.co.id - Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) akan meluncurkan KAHMIPay, aplikasi financial technology (fintech) yang dikelola organisasi melalui PT Insan Cita Sejahtera Mandiri.
Bendahara Umum MN KAHMI, Achmad Nasir Biasane menyatakan, langkah ini merupakan bentuk KAHMI adaptif terhadap perkembangan zaman, khususnya teknologi informasi.
"Dalam menjawab persoalan-persoalan teknologi informasi, maka KAHMI juga akan mengubah industri proposal menjadi berbasis teknologi," kata Nasir di (akornas IV KAHMI di Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (26/2/22).
Menurut Nasir, langkah ini juga sebagai jawaban dalam merespons saran Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil, dan Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, yang disampaikan di dalam Rakornas IV KAHMI.
"Kita sepakat dengan yang disampaikan Adinda Bahlil dan Menteri Agraria, bahwa kita tidak akan melakukan 'industri proposal' dan soal perubahan sistem pengaderan ke arah ekonomi corporate," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil, mengajak KAHMI mengubah pendekatannya dalam kaderisasi dengan tidak lagi menggunakan pendekatan ideologi, tetapi melahirkan kader-kader berjiwa pengusaha sehingga mau berkecimpung di bidang ekonomi dan bisnis.
Dirinya mendorong demikian lantaran sudah terlalu banyak kader HMI yang besar di dunia politik, pemerintah, bahkan menjadi akademisi. Namun, masih minim yang berkecimpung menjadi pengusaha dan mendirikan korporasi besar.
"HMI dalam banyak hal telah mencapai misinya dan banyak hal yang kita banggakan, misalnya di DPR, di mana-mana kalau kita lihat [juga] banyak tokoh-tokoh background HMI di pemerintah, di universitas," kata Sofyan dalam pembukaan Rakornas IV KAHMI, Jumat (25/2/22).
"Tapi, aspek satu lagi, bagaimana menyiapkan profesional di dunia usaha. Jadi, entrepreneur muda di HMI harus kita dorong," tambahnya.
Menurutnya, ada sebagian kader HMI yang terjun sebagai pengusaha. Namun, sifatnya hanya sementara karena tujuannya hanya mencari modal untuk selanjutnya masuk ke dunia politik. Dia menyebutnya dengan entrepreneur aktivis.
"Entrepreneur aktivis ini adalah kontemporer, sementara karena background-nya mau masuk dulu [untuk] cari uang dulu buat masuk politik. Menurut saya, ini tidak mungkin akan bisa membangun korporasi besar kalau tidak ada yang fokus," tukasnya.[Fhr]