telusur.co.id - Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno mengatakan perubahan iklim terjadi begitu cepat, karenanya kerap terjadi banjir, gempa dan bencana lainnya. Untuk menghindari terjadinya berbagai bencana akibat perubahan iklim, Eddy mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim.
Bahkan, menurut Eddy, di tahun 2026 pembahasan RUU dapat dipercepat sebagai upaya pencegahan sekaligus mitigasi dampak perubahan iklim yang semakin dirasakan oleh berbagai kalangan masyarakat.
“Tahun 2025 kita sudah rasakan anomali iklim, di mana banjir terjadi di musim kemarau. Sulit membedakan kapan musim hujan dan kapan musim kemarau,” kata Eddy dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, kondisi iklim yang tidak menentu itu, salah satunya, berdampak pada periode tanam dan panen petani yang menjadi tidak beraturan, sementara nelayan di pesisir semakin terdesak dengan banjir rob.
Dampak paling nyata, imbuh Eddy, adalah bencana hidrometrologi yang terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia.
“Di Bali, banjir besar kembali terjadi setelah hampir 60 tahun. Di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, kita saksikan banjir bandang menerjang dan menyebabkan ribuan orang meninggal dunia. Ini harus diantisipasi segera,” ucapnya.
Selaku anggota XII DPR RI yang membidangi urusan lingkungan hidup, Eddy mengaku berkomitmen untuk memperjuangkan percepatan pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim di parlemen.
“Saya bersyukur karena berhasil mendorong RUU Pengelolaan Perubahan Iklim ini menjadi Prolegnas Prioritas di 2026, tapi perjuangan harus dilanjutkan dengan mempercepat RUU Pengelolaan Perubahan Iklim menjadi undang-undang,” katanya.
Menurut dia, RUU Pengelolaan Perubahan Iklim akan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan mencegah meluasnya dampak perubahan iklim secara terkoordinasi dan sinergis.
Ia mendorong RUU itu secara spesifik menegaskan komitmen negara dalam mencegah dampak perubahan iklim dengan pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan penegakan hukum yang tegas terhadap perusakan lingkungan.
Di samping itu, RUU tersebut juga didorong untuk memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas bagi koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menghadapi perubahan iklim.
“Menangani perubahan iklim membutuhkan langkah taktis, koordinatif, dan responsif. Tidak boleh ada hambatan birokrasi. Karena itu, melalui undang-undang ini, kami mendorong koordinasi yang lebih baik antarkementerian dan antara pusat dan daerah, termasuk juga mendorong daerah mempersiapkan Perda Pengelolaan Perubahan Iklim,” tuturnya.
Ia mengatakan tahun 2025 menjadi peringatan (wake-up call) bagi semua kalangan untuk bersatu dan bersama-sama mendorong pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim.
"Saya mengajak semua pihak: pemerintah, akademisi, aktivis, hingga pelaku usaha, ayo bersama-sama kita dorong agar RUU Pengelolaan Perubahan Iklim ini segera dibahas. Saya terbuka untuk semua masukan publik demi terbentuknya undang-undang ini,” demikian Eddy. [ham]



