Aturan Baru Taliban Dinilai Mengancam Masa Depan Kebebasan Pers - Telusur

Aturan Baru Taliban Dinilai Mengancam Masa Depan Kebebasan Pers

Direktur sementara Pusat Media dan Informasi Negara sekaligus juru bicara Taliban, Qari Muhammad Yusuf Ahmadi. (Foto: France24).

telusur.co.id - Direktur sementara Pusat Media dan Informasi Negara sekaligus juru bicara lama Taliban, Qari Muhammad Yusuf Ahmadi meluncurkan 11 aturan untuk jurnalis pada minggu ini. Hal ini memunculkan kekhawatiran lantaran ada peningkatan batasan media di Afghanistan oleh Taliban, yang menurut para kritikus akan membuka pintu bagi penyensoran dan penindasan.

Aturan kepada wartawan ini juga termasuk untuk tidak menerbitkan topik anti-Islam atau menghina kepribadian nasional.

Dilansir dari New York Times pada Jumat (24/9/21,), industri media di Afghanistan kini terpuruk sejak berada di bawah kendali Taliban bulan lalu. Banyak wartawan Taliban yang melarikan diri dari Afghanistan karena takut mengalami kekerasan dan penindasan. Sementara puluhan lainnya masih bersembunyi dan mencari jalan keluar dari negara tersebut.

Menurut media lokal, lebih dari 100 perusahaan media dan stasiun radio di seluruh negeri telah berhenti fungsi, ditutup, bahkan diambil alih oleh Taliban. Beberapa surat kabar terkemuka juga harus menghentikan operasi cetak dan sekarang hanya menerbitkan berita secara online di tengah kemerosotan ekonomi yang tajam di Afghanistan.

Organisasi kebebasan pers yang berbasis di AS, Comittee to Protect Journalist, fokus membantu jurnalis di Afghanistan dan tanggap darurat untuk melacak kekerasan terhadap jurnalis di Afghanistan.

Awal bulan ini lebih dari 12 jurnalis dan orang media Afghanistan diwawancarai, menggambarkan hidup mereka dengan rasa takut. Meskipun mereka harus berjuang untuk menyampaikan berita walaupun Taliban merilis sedikit informasi.

Sekretaris Jenderal Reporters Without Borders Christophe Deloire mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa beberapa aturan dapat digunakan secara paksa.

“Mereka muak dengan masa depan kebebasan jurnalistik dan pluralisme di Afghanistan,” ujarnya.

Butler mengatakan ambiguitas aturan dan kurangnya standar akan sangat memungkinkan untuk disalahgunakan.

“Anda tidak benar-benar tahu apa artinya atau bagaimana itu akan ditafsirkan,” katanya.

“Banyak negara di kawasan ini memiliki aturan yang sama-sama kabur, dan secara rutin digunakan untuk mengejar jurnalis, memenjarakan mereka.”

“Apakah kita akan percaya bahwa Taliban akan berperilaku lebih baik daripada pemerintah lain yang mengklaim sebagai negara demokrasi? Sulit untuk optimis tentang itu,” pungkasnya. [Fhr]

Laporan: Nadila Firdinia


Tinggalkan Komentar