Benturan untuk Kesempurnaan - Telusur

Benturan untuk Kesempurnaan


Telusur.co.id - Oleh : Nur Kholis

“Perubahan selalu mensyaratkan adanya kegoncangan. Gempa bumi, panas, dan badai hanyalah isyarat alam akan lahirnya tatanan baru. Peperangan, konflik, rusaknya kohesi sosial adalah bagian tak terpisahkan dari perubahan sosial. Begitu juga yang berlaku di jagad kecil. Kegelisahan, kebingunan, dan penderitaan, semua adalah isyarat perubahan dari menuju kesempurnaan.

Maka hadapilah setiap kegoncangan (turbulence) sebagai bagian dari siklus perubahan hidup. Inilah siklus yang harus dijalani dengan kesadaran dan keteguhan batin. 4 Ramadlan 1442 H/16 April 2021 M,” mengutip kata Prof. Maftukhin (Rektor IAIN Tulungagung).

Dalam sebuah hadits qudsi dijelaskan bahwa, dulunya Allah SWT adalah dzat tunggal yang maha cinta. Agar cinta-Nya terhadap semua makhluk dapat diketahui, maka kemudian Dia menciptakan para Malaikat dan alam jagad raya (alam besar). Pada hadits lain, yang diriwayat oleh Bukhari, Nabi SAW bersabda, “Dahulu, Allah SWT telah ada, dan belum ada sesuatu sebelum-Nya dan adalah ‘ars-Nya di atas air, kemudian Dia menciptakan langit dan bumi dan menulis segala sesuatu di lauh mahfudz”.

Sebagian Mufassir menjelaskan bahwa, kata “ma”, tempat ‘arsy bukan dalam arti air sebagaimana kita pahami sekarang, tetapi bermakna fluida (zat alir). Dengan demikian penciptaan alam jagad raya adalah realisasi bentuk kasih sayang Allah swt.

Setidaknya terdapat 750 ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan tentang fenomena alam jagad raya dan penciptaannya. Sedangkan, kata penciptaan (khalq) disebut sebanyak 261 kali dalam 75 surat. Misalnya dalam QS al-Anbiya’/21: 30, dijelaskan bahwa sebelumnya antara langit dan bumi adalah satu, kemudian dipisahkan keduanya, dan dari air-lah segala sesuatu ada.

Fenomena terbentuknya alam jagad raya ini, sekarang kita kenal dengan ledakan besar (big bang), yang ditemukan ilmuwan fisika di abad XIV M. Air adalah unsur utama dan pertama dalam penciptaan-Nya. Filosof Yunani kuno, Thales (624-545 SM) membenarkan bahwa, asal semua di alam jagad raya ini adalah air. Meskipun kemudian dibantah oleh Anaximander (610-546 SM). Mana yang benar? Saya kira kita setuju dengan Thales.

Perubahan dari tiada ke ada alam jagat raya ini, kemudian menjadi hukum alam (sunnatullah) bahwa perubahan selalu dimulai dari peristiwa benturan. Peristiwa benturan dapat terjadi disebabkan oleh situasi dan kondisi internal dan/atau eksternal.

Ledakan besar itu terjadi pada 13,7 miliar tahun lalu, dan menjadi sempurna seperti yang kita tempati ini membutuhkan enam masa penciptaan, sebagaimana dijelaskan dalam; QS Yunus/10: 3; al-Naziat: 27-32; al-Hud/11: 7; al-Hadid/57: 4, al-Furqon/25: 59, al-sajadah/32: 4; dan Qaf/59: 38. Periodesasi ini, dikuatkan dengan temuan Stephen Hawkin (2001). Dari ledakan inilah, kemudian kita mengenal konsep energi, ruang, dan waktu, sebagaimana diteorikan oleh Sir Isaac Newton (1687 M) dan disempurnakan oleh Einstin (1916) melalui teori relativitas-nya.

Benturan, penyesuaian, dan keseimbangan dalam kesempurnaan adalah prinsip utama sunnatullah (hukum alam) yang berlaku sama, bagi alam jagat raya (alam besar) dan manusia (alam kecil). Misalnya, benturan, ledakan, penyesuaian dalam proses kesempurnaan alam semesta ini membutuhkan waktu 15.000 tahun (Hawkin, 2001). Setelah itu, Allah SWT mengganti dengan peradaban dunia baru, yang dimulai dari menjadikan Adam a.s sebagai khalifah di bumi (QS al-Baqarah/2: 30).

Dalam ayat tersebut, Allah swt menggunakan kata, “ja’ala” (menjadikan), bukan “khalaqa” (menciptakan), memiliki makna; bahwa Adam a.s bukan makhluk pertama, dan Adam a.s dan makhluk-makhluk lainnya sudah ada dan menempati tempat selain bumi. Dengan demikian, fenomena perubahan ke suatu kesempurnaan selalu memerlukan proses, yang kadang menyulitkan, menyedihkan, dan merusak tatanan lama (QS. Fushilat/41: 53).

Setiap perubahan, baik pada level makrokosmis maupun mikrokosmis selalu melibatkan; aktor, peristiwa, korban, dan tatanan baru (struktur dan kultur). Uraian di atas, telah menjadi bukti bahwa asumsi tersebut sudah berlaku pada level makrokosmis. Dan, pada level mikrokosmis, misalnya perubahan dari suatu peradaban lama ke peradaban baru; peradaban dari kepemimpinan/dakwah dari satu Nabi lama ke Nabi berikutnya.

Meskipun para arkeolog mutakhir menampik bahwa, Nabi Musa a.s bukan aktor perubahan tatan peradaban baru di Mesir (Denny, 2021). Perubahan dari budaya Quraisy di Mekkah ke peradaban baru Islam. Perubahan dari peradaban Islam ke peradaban Barat (modernisme). Dengan demikian, setiap perubahan selalu melahirkan tatanan baru, dan mensyaratkan kemampuan resiliensi atau kemampuan penyesuaian diri individu dengan tatanan baru.

Prinsip ini juga berlaku pada level individu, bahwa setiap penyakit, ketidaknyamanan, dan kesulitan selalu membutuhkan teknik untuk melawan dan menyusuaikan diri dengn kondisi baru (kemampuan resiliensi). Seorang individu perlu memiliki kemampuan untuk membaca, mengalami, menemukan hikmah, dan menyeleseikan persoalan-persoalan yang dihadapi.

Dan, tidak semua orang dapat menemukan hikmah dari setiap peristiwa-peristiwa penting yang dihadapi, kecuali bagi mereka yang mau belajar (QS. al-Baqarah/2: 269). Juga, harus ditanamkan keyakinan yang kuat, bahwa tidak ada keadaan yang abadi, semua selalu berubah sesuai dengan perubahan ruang dan waktu. Yang abadi adalah perubahan itu sendiri, dalam setiap perubahan terdapat edukasi dan petunjuk tentang kasih sayang Tuhan.

Kasih sayang Tuhan dihamparkan kepada semua makhluk-Nya pada saat suatu peristiwa terjadi. Misalnya peristiwa wabah Covid-19, mungkin sebagian orang menafsirkan sebagai bentuk murka Tuhan, tidak! Justru di dalamnya, Tuhan menyebarkan rahmat (kasih sayang-Nya) pada semua makhluk. Mirip dengan mata rantai makanan makhluk; manusia dimakan nyamuk, nyamuk dimakan katak, katak dimakan ular, dan ular dimakan burung elang, dan burung dimakan manusia, bahkan manusia dikalahkan oleh virus (makhluk paling kecil).

Mata rantai makanan ditakdirkan Tuhan agar cosmis tetap terjaga keseimbangan dan kesempurnaannya. Di situlah letak kasih sayang Tuhan, karena sejatinya kasih sayang Tuhan melebihi murkanya. Bahkan, bisa jadi dengan kasih sayang-Nya, neraka tidak abadi, semuanya akan menyatu dalam dekapan kasih sayang Tuhan di Surga.

*Penulis adalah Dosen IAIN Tulungagung.


Tinggalkan Komentar