China Minta Stop Bor Migas di Laut Natuna, DPR: Pemerintah Jangan Lembek, Harus Bersikap - Telusur

China Minta Stop Bor Migas di Laut Natuna, DPR: Pemerintah Jangan Lembek, Harus Bersikap


telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, meminta Pemerintah bersikap tegas menanggapi permintaan China agar Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran minyak dan gas (migas) di Laut Natuna. 

Demi mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara, Pemerintah jangan lembek menghadapi intervensi negara lain di wilayah kedaulatan negara Indonesia.

"Pemerintah Indonesia tidak boleh diam, harus segera bersikap jelas dan tegas. Karena hal tersebut akan membuat wibawa negara tidak dipandang oleh negara lain. Juga, agar berbagai upaya penambangan migas di wilayah itu tidak terganggu," kata Mulyanto, Sabtu (4/12/21).

Mulyanto menerangkan, sebelumnya manuver kapal-kapal China di kawasan tersebut sudah berulang kali terjadi. Kini mereka minta secara tegas agar Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran migas di wilayah ini.  

"Langkah mereka sudah sangat sistematis sekali. Tentu ini harus kita jawab dengan tegas. Karena sudah jelas-jelas mengganggu kedaulatan dan kepentingan nasional kita," tegasnya. 

Menurut Mulyanto, krisis energi yang melanda China memicu turbulensi ekonomi dan memberikan dampak yang signifikan bagi kemunduran pembangunan di negeri itu.  

"Jadi, wajar saja kalau mereka haus sumber daya energi untuk menjalankan mesin-mesin industrialisasi mereka. Lalu, memaksimalkan upaya dalam setiap kesempatan yang mungkin untuk memperoleh sumber daya energi tersebut," ungkapnya. 

"Namun, tentu saja kepentingan nasional mereka tersebut tidak boleh mengganggu kedaulatan dan kepentingan nasional kita di Laut Natuna," sambungnya. 

Politikus PKS ini menegaskan, Pemerintah China harus menghormati kedaulatan bangsa lain di kawasan Natuna. Jika tidak, bisa mengganggu hubungan bilateral kedua negara dan memicu resources war (perang perebutan SDA) di kawasan.

Indonesia sendiri untuk mendukung pembangunan nasionalnya punya target produksi minyak 1 juta barel per hari (BPH). Dan perairan Natuna memberikan kontribusi lifting yang lumayan, sekitar 2 persen.

"Karenanya kita tidak boleh diam, bila harta karun energi ini diganggu negara lain bisa-bisa target 1 juta BPH tinggal angan-angan belaka. Jadi sudah sepantasnya Pemerintah bersikap tegas terhadap klaim China tersebut. Apalagi ini sudah sampai menggangu upaya penambangan migas kita di sana. Sebagai negara yang berdaulat, kita tidak boleh diam,” paparnya. 

Diketahui, berdasarkan data SKK Migas hingga September 2021, produksi minyak di perairan Natuna tercatat sebesar 17.449 BPH dan produksi gas sebesar 394 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).  

Adapun produksi tersebut berasal dari tiga Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau produsen migas di lepas pantai (offshore) Natuna, antara lain Medco E&P Natuna, Premier Oil, dan Star Energy. Secara umum di perairan Natuna tercatat ada blok produksi, blok pengembangan dan blok eksplorasi. Dengan cadangan migas yang besar.[Fhr


Tinggalkan Komentar