telusur.co.id - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Rosmala, pegawai perusahaan yang tersangkut kasus kredit macet Rp200 miliar dari Bank S, PT Aneka Putra Santosa (APS), dengan pidana 8 tahun penjara, dan denda Rp2 miliar.
Kuasa hukum terdakwa Rosmala, Joni Nelson Simanjuntak menilai keputusan tersebut tidak adil. Rosmala menjabat sebagai General Manager Business and Development PT APS, yang notabene seorang pekerja.
"Itu menurut kita suatu hukuman yang tidak adil. Karena apa? Karena si terdakwa ini hanya pekerja, dia bukan sebagai decision maker di situ," ujar Joni dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/11/22).
Sementara, sambung Joni, komisaris perusahaan hingga kini tidak dijerat dalam kasus tersebut. Direktur PT APS Henny Djuwita Santosa sendiri, juga belum divonis, bahkan sidangnya diundur 2 minggu menjadi tanggal 23 November 2022.
"Susan itu adalah sebagai komisaris, dinyatakan oleh hakim juga sebagai ikut terlibat dalam hal tindak pidana penipuan itu dan juga tindak pidana pencucian uang. Selayaknya Susan juga ditarik sebagai seorang tersangka dalam hal perkara ini, begitu pun dengan karyawan yang lain yang ikut serta dalam kejadian tersebut," jelas Joni.
Dalam konteks pencairan dari Bank S, lanjut Joni, mekanisme penggunaan langsung sebenarnya atas perintah dari Henny Djuwita selaku direksi kepada staff keuangan bernama Tria Anggraeni. Fakta ini juga sebenarnya telah dikemukakan di persidangan.
"Kami sudah menampakkan mekanisme keuangan atas penggunaan dana Rp200 miliar itu, dia (Rosmala), tidak ikut terlibat apa-apa. Syukur bahwa, sebenarnya hal ini sudah terang-benderang dari persidangan, tapi hakim memiliki persepsi yang berbeda. Ini menjadi pokok keberatan kita terhadap putusan tadi itu," jelasnya.
Atas itu, pihaknya segera mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait putusan ini.
"Beberapa hari lalu Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyampaikan usulan adanya rumusan atau formulasi pasal terkait dengan pasal tindak pidana rekayasa kasus untuk masuk dalam penyempurnaan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Rumusan ini untuk memastikan penegakan hukum bukan hanya adil, tapi juga penegakan hukum yang benar dan tidak dibuat-buat," paparnya.
Sementara Rosmala, amat terpukul dengan putusan hakim. Menurutnya, mencari keadilan di negeri ini amatlah sulit.
"Ternyata kalau enggak punya uang itu nggak bisa kita cari keadilan," ujar Rosmala.
Rosmala mengaku hanya bisa pasrah kepada Tuhan terkait nasibnya. Ia juga memohon bantuan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam Mahfud MD guna mendapatkan keadilan.
"Harapan saya besar di persidangan ini, penegak hukum akan memberikan keadilan bagi saya, tapi kenyataannya saya tidak juga mendapatkan keadilan," tukasnya. (Tp)