Dosen FISIP UNAIR Tekankan Peran Negara sebagai Regulator, Fasilitator, dan Akselerator bagi Ojol - Telusur

Dosen FISIP UNAIR Tekankan Peran Negara sebagai Regulator, Fasilitator, dan Akselerator bagi Ojol

Agie Nugroho Soegiono S.IAN., M.P.P, dosen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga.

telusur.co.id -SURABAYA - Aksi Off-Bid yang dilakukan ribuan pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuatkan perdebatan tentang nasib dan status kerja mereka di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital. 

Menanggapi fenomena ini, Agie Nugroho Soegiono S.IAN., M.P.P, dosen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga, memberikan pandangannya dalam sesi wawancara pada Rabu, (29/5/2025).

Realitas Gig Economy dan Tantangan Kesejahteraan

Menurut Agie, sistem kerja ojol merupakan bagian dari gig economy, yaitu pola kerja fleksibel yang awalnya populer di negara maju sebagai pekerjaan sambilan. 

“Celakanya, di Indonesia justru dijadikan full-time job oleh sebagian besar pekerja karena terbatasnya lapangan kerja,” ungkapnya kepada Unair News. Selasa, (03/6/2025).

Hal itu diperparah dengan status “mitra” yang membuat para driver tidak mendapatkan perlindungan kerja layaknya pekerja formal.

Agie menyoroti risiko tinggi yang dihadapi driver ojol, mulai dari kecelakaan kerja hingga jam kerja panjang tanpa batasan.

“Realitasnya, mereka bekerja penuh waktu. Maka sudah selayaknya negara hadir memberi perlindungan,” tegasnya. 

Ia mendorong skema perlindungan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan pelatihan kerja layaknya sektor formal.

Peran Negara sebagai Wasit Kebijakan

Menyoal Keputusan Menteri Perhubungan KP 1001 Tahun 2022 tentang tarif ojol, Agie menilai negara harus menjaga keseimbangan antara kepentingan pengemudi dan platform. Ia menyebut bahwa negara tidak bisa sekedar menjadi penonton di tengah pertumbuhan ekonomi digital.

“Negara harus jadi wasit. Jangan sampai karena fokus pada pertumbuhan pengguna, justru kesejahteraan driver terabaikan,” ujarnya.

Agie menyebut negara harus aktif sebagai regulator, fasilitator, dan akselerator. Kebijakan yang diambil pun harus menjamin inklusi dan perlindungan kerja bagi semua pihak yang terlibat dalam ekosistem digital. Ia menekankan pentingnya regulasi yang progresif dan adaptif terhadap dinamika teknologi.

Aksi Off-Bid: Demokrasi dan Peluang Reformasi Regulasi

Agie mengapresiasi aksi Off-Bid sebagai ekspresi demokratis yang menunjukkan keberanian para pengemudi dalam menyuarakan aspirasi. 

“Demokrasi kita lagi tidak sehat-sehatnya. Itu artinya masih ada ruang untuk berserikat dan berdialog dengan pembuat kebijakan,” tuturnya.

Namun, ketika menyoroti efektivitas partisipasi publik dalam isu ini, Agie menilai bahwa suara para driver belum sepenuhnya terakomodasi dalam proses perumusan kebijakan. 

“Mereka memang mendapat atensi karena jumlah massa yang besar, tapi belum benar-benar masuk ke kanal kebijakan secara substantif,” jelasnya.

Sebagai penutup, Agie menegaskan pentingnya peran aktif semua pihak dalam pembenahan ekosistem transportasi daring. 

“Idealnya, para driver tidak hanya dilindungi lewat regulasi, tapi juga diarahkan untuk mematuhi standar pelayanan dan keselamatan kerja. Sementara itu, pemerintah harus menyadari bahwa gig economy adalah solusi jangka pendek. Jangan sampai karena terlalu fokus pada ekonomi digital, pengembangan transportasi publik justru diabaikan,” pungkasnya. (ari)


Tinggalkan Komentar