DPR Prihatin Maraknya Peredaran Rokok Ilegal Bergeser dari Perkampungan ke Perkotaan di Jabar - Telusur

DPR Prihatin Maraknya Peredaran Rokok Ilegal Bergeser dari Perkampungan ke Perkotaan di Jabar

Wakil Ketua BAKN DPR RI, Anis Byarwati. (Ist).

telusur.co.id - Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Bandung Jawa Barat pada Selasa (24/1/23). Kunjungan ini dilakukan terkait Pengelolaan Cukai Hasil Tembakau Provinsi Jawa Barat. Turut serta dalam rombongan, Wakil Ketua BAKN DPR RI Anis Byarwati.

Pada kesempatan ini Anis mencermati salah satu fakta lapangan yang ditemukan Dirjen Bea Cukai Jawa Barat terkait maraknya peredaran rokok ilegal di Jawa Barat yang berkorelasi dengan daya beli masyarakat yang menurun. 

“Daya beli masyarakat menurun, namun kebutuhan merokok tidak menurun. Akhirnya beralih ke rokok ilegal. Ini tantangan tersendiri,” katanya dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Kamis (26/1/23).

Anggota Komisi XI DPR RI ini juga menyoroti tingginya penindakan cukai untuk rokok ilegal pada tahun 2022. Angka kenaikan penindakan cukai dari tahun 2021 ke tahun 2022, tercatat lebih dari 100 persen. Sehingga kerugian negara yang diakibatkannya juga sangat tinggi. Purwakarta sebagai produsen rokok, penindakannya hanya 1.088. Sementara Bandung mencapai 4.325. 

“Ini menunjukkan adanya pergeseran yang tadinya rokok ilegal itu maraknya di perkampungan, kemudian bergeser ke perkotaan. Artinya orang-orang perkotaan mengalami daya beli yang menurun sampai rokok ilegal pun banyak di daerah perkotaan,” ungkap Anis.

Terkait dengan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT), ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyampaikan keluhan yang seringkali disampaikan oleh Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah, yaitu tidak fleksibelnya penggunaan DBHCT.  

Bagi yang banyak petani tembakau di daerahnya, kenaikan DBHCT tidak berpengaruh kepada kesejahteraan petani tembakau. Prosentase pembagian DBHCT yang berlaku selama ini adalah 50 persen untuk kesejahteraan masyarakat, 40 persen untuk kesehatan dan 10% untuk penegakan hukum. 

“Petani tembakaunya sendiri tidak terpengaruh secara signifikan dengan adanya kenaikan DBHCT. Sehingga kesejahteraan petani tembakau tidak ikut naik,” tutur Anis.

Terakhir, Anis mengingatkan agar Dirjen Bea Cukai tidak hanya fokus pada penindakan, tapi perlu ada upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisir rokok illegal. 

“Adanya penindakan ternyata tidak menurunkan produksi rokok. Bahkan produksi rokok illegal terus meningkat. Berarti demandnya memang ada dan bahkan sudah ke arah perkotaan. Penindakan perlu dibarengi dengan upaya edukasi kepada masyarakat,” tutupnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar