telusur.co.id - Franco Morbidelli menandai start MotoGP ke-200-nya dengan cara yang penuh drama, nyaris seperti kisah dalam film. Di Grand Prix Inggris, pebalap Italia itu terlibat insiden di tikungan awal ketika motornya disambar oleh Aleix Espargaro. Tapi alih-alih menyerah, Morbidelli bangkit, menolak tunduk pada nasib, dan menampilkan salah satu comeback paling emosional musim ini.
Meski sempat terpuruk dan kehilangan banyak waktu, Morbidelli tak menyerah. Ia kembali ke lintasan hanya dalam tiga lap setelah kecelakaan, lalu melaju seperti tak terjadi apa-apa. Hasilnya? Posisi keempat—hanya 0,017 detik dari podium yang diraih oleh Marc Marquez.
“Itu adalah balapan yang luar biasa. Itu akhir pekan yang luar biasa,” kata Morbidelli dengan sorot mata berbinar usai balapan. “Segalanya terjadi—kecelakaan, penalti, start dari posisi ke-13—tapi kami terus bekerja, terus percaya, dan akhirnya kami memperjuangkan podium.”
Sampai lap terakhir, ia terlibat pertarungan sengit dengan delapan kali juara dunia Marc Marquez. Mereka saling menyalip, saling menguji batas kemampuan, sebelum akhirnya Marquez unggul dengan margin yang begitu tipis—17 milidetik.
“Sedikit pahit memang,” aku Morbidelli. “Saya merasa bisa berbuat lebih, tapi Marc lebih baik dari saya di putaran terakhir itu. Dia mengalahkan saya dalam aspek yang biasanya jadi kekuatan saya: duel satu lawan satu. Tapi hei, dia juara dunia delapan kali, saya menerimanya.”
Namun momen paling genting dalam balapan Morbidelli justru terjadi di awal lomba. Ketika tengah melibas tikungan, motor Aleix Espargaro meluncur dan menghantam motornya. "Saya sedang menikung dan tiba-tiba… boom! Ini bukan pertama kalinya Aleix jatuh seperti itu. Saya tak tahu lagi harus berbuat apa,” ucapnya, menahan frustrasi.
Meski tak naik podium, balapan ke-200 Morbidelli menjadi simbol ketangguhan dan tekad. Ia kehilangan segalanya dalam hitungan detik, lalu merangkak naik, mendekati podium hanya dengan selisih sehelai rambut. Sebuah akhir pekan yang ia gambarkan sebagai "kisah hidup."
Dan meski bukan dongeng sempurna, untuk Franco Morbidelli dan para pendukungnya, ini adalah akhir yang bahagia—dan mungkin permulaan dari kebangkitan sang petarung Piacenza.[iis]