telusur.co.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) meyakini perekonomian Indonesia tahun 2021 akan tumbuh 4,5-5,5%. Keyakinan ini disampaikannya dalam berbagai kesempatan, Meskipun masih dengan catatan, tergantung penanganan Covid, katanya.
Ekonom senior Rizal Ramli menilai, pernyataan SMI ironi yang semakin menjadi-jadi. Kekuasaan semakin ditumpuk, tapi kemampuan untuk selesaikan masalah semakin nihil. Omnibus Law Keuangan wewenangan Tambah, Sri Mulyani Jadi 'Manusia Setengah Dewa.
"Angka-angkapun banyak "bluffing" atau bohongnya. Mau kemana ??" kata Rizal dalam cuitannya @ramlirizal,
Sementara itu, Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP), Gede Sandra mengatakan, secara mendasar, pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat (C), konsumsi pemerintah (G), investasi (I), ekspor (X) dan impor (M).
Konsumsi masyarakat menyumbang bobot tebesar (57%) dari pertumbuhan ekonomi. Sayangnya konsumsi rumah tangga saat ini masih mengalami kontraksi (-4,04%). Apakah mungkin kondisi ini akan membaik ke depan? Sementara akses ke kredit masih sangat sulit, pertumbuhan kredit perbankan masih sangat rendah (3%),” ujar Gede di Jakarta, Selasa (1/12/2020).
Konsumsi pemerintah memang mengalami pertumbuhan sambung Gede, tapi apakah masih dapat melanjutkan tren ini tahun depan? Mengingat penerimaan negara saat ini yang turun anjlok (-18,8%) bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Bisakah kekurangan penerimaan ini dikompensasi dari berutang? Defisit keseimbangan primer sudah sangat besar (-Rp 700 triliun), membuat ruang untuk berutang sudah sangat sempit. Atau jangan-jangan jatah utang tahun depan sudah dipakai untuk menjutupi kesulitan cash flow Negara hari ini?,” lanjut dia.
Investasi juga masih sulit untuk dapat diharapkan menjadi pemompa partumbuhan. BKPM mencatat investasi penanaman modal asing sejak Januari hingga September masih berkontraksi (-5%).
“Kondisi ekspor Indonesia juga menunggu pemulihan ekonomi global. Meskipun harga komoditas andalan seperti sawit dan batubara sudah mulai pulih, namun nilai ekspornya justru menurun seperti batubara (-22%). Impor Indonesia juga masih anjlok (-18,8%),” Gede menerangkan.
Potensi pertumbuhan ekonomi hingga 5% di tahun depan akan diperoleh dari mana? Kecuali, cara yang dilakukan adalah memompa konsumsi domestik. Ini adalah cara yang tercepat. Apalagi misalkan dapat memompa pertumbuhan konsumsi hingga 10%, niscaya harapan pertumbuhan 5% tahun depan pun dapat dicapai.
“Artinya sangat mustahil tahun depan Indonesia bisa tumbuh 5%, Menteri Keuangan SMI ternyata hanya beri “angin sorga,” pungkasnya.