Gerindra Dukung Pilkada Lewat DPRD, Pengamat: PDIP–Demokrat Ikut atau Buat Sekutu Baru? - Telusur

Gerindra Dukung Pilkada Lewat DPRD, Pengamat: PDIP–Demokrat Ikut atau Buat Sekutu Baru?

Foto telusur.co.id/Bambang Tri P

telusur.co.id - Dukungan Partai Gerindra terhadap wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD kian menunjukkan arah konsolidasi elite partai besar. 

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia Arifki Chaniago menilai dorongan yang datang dari Gerindra bersama Golkar, PKB, dan PAN, bukan hanya soal perubahan sistem, tetapi sepertinya penataan ulang peta kekuasaan di daerah.

Menurut Arifki, skema pilkada lewat DPRD secara struktural menguntungkan partai besar yang memiliki kursi dan jaringan fraksi kuat, sekaligus merugikan partai kecil yang selama ini mengandalkan popularitas figur dan dukungan langsung pemilih.

"Dalam pilkada langsung, partai kecil masih punya ruang lewat figur kuat atau koalisi cair. Kalau lewat DPRD, ruang itu menyempit drastis. Politiknya menjadi eksklusif,” kata Arifki dalam keterangannya, Senin (29/12/2025).

Situasi ini juga menempatkan PDI Perjuangan dan Partai Demokrat pada posisi yang tidak ringan. Tanpa membangun poros baru, keduanya berisiko berhadapan dengan blok besar yang sudah lebih dulu mengunci arah pembahasan. PDIP dan Demokrat harus bertemu dengan NasDem, PKS, dan partai kecil lainnya jika ingin punya taring dalam pembahasan RUU pemilu di tahun 2026. 

Arifki menilai, potensi Pilkada lewat DPRD bakal berpotensi lolos. Sejauh ini, sikap PDIP dan Demokrat yang menolak juga terkesan "angin-anginan". Demokrat yang bergabung sebagai bagian dari koalisi pemerintah, tentu bakal dinilai punya narasi yang berbeda jika kencang menolak wacana ini. 

PDIP pun sama, karena sikapnya sebagai pendukung pemerintahan Prabowo diluar kabinet masih dinilai ambigu. 

"PDIP dan Demokrat juga tak punya resistensi yang kuat soal penolakan Pilkada lewat DPRD. Apalagi dalam membentuk sekutu baru, antara PDIP dan Demokrat masih terkesan jalan sendiri-sendiri," ungkapnya. 

Jika Pilkada lewat DPRD benar-benar diterapkan, maka kompetisi politik akan bergeser dari arena publik ke ruang tertutup parlemen. Yang paling terdampak bukan hanya calon independen, tapi juga partai kecil yang kehilangan daya tawar. 

Ia menambahkan, wacana ini memperlihatkan wajah politik yang makin elitis. Penentuan kepala daerah bakal selesai di level pimpinan pusat partai.

Untuk menempatkan kader partai yang menjadi kepala daerah, maka sesama partai melakukan barter daerah untuk mendapatkan kesepakatan.  

"Dalam konfigurasi seperti ini, partai kecil dan yang tidak punya poros akan menjadi korban pertama,” pungkasnya.[Nug] 


Tinggalkan Komentar