Implementasi UU TPKS Masih Terkendala, Pembenahan Menyeluruh Diperlukan - Telusur

Implementasi UU TPKS Masih Terkendala, Pembenahan Menyeluruh Diperlukan


telusur.co.id - Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan sejak 2022, namun hingga kini pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala. Pembenahan mutlak di berbagai sektor sangat diperlukan agar perlindungan terhadap korban kekerasan seksual benar-benar terwujud.

 

“Meski UU TPKS sudah ada, perubahan sistem dan budaya hukum berjalan lambat. Perlindungan menyeluruh terhadap korban belum sepenuhnya dirasakan,” tegas Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema "Tantangan Penegakan Hukum UU TPKS", yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (11/6).

 

Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber penting, di antaranya:

 

Tuani Sondang Rejeki Marpaung (Koordinator Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta), Amanda Manthovani (Kuasa Hukum korban kekerasan seksual di Universitas Pancasila), Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M.(HR), Ph.D. (Dosen Fakultas Hukum UGM), serta Rudianto Lallo (Anggota Komisi III DPR RI) sebagai penanggap. Diskusi dimoderatori oleh Nur Amalia, Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI.

 

Tantangan di Lapangan

 

Menurut Lestari atau yang akrab disapa Rerie, pemahaman aparat penegak hukum terhadap UU TPKS masih rendah, termasuk mengenai urgensi perlindungan korban. Ia menekankan pentingnya komitmen negara dan kerja sama semua pihak—pemerintah, swasta, masyarakat, hingga individu—untuk mengutamakan hak korban, nilai HAM, dan martabat manusia.

 

Sri Wiyanti Eddyono menambahkan, implementasi UU TPKS terkendala pada tiga aspek: substansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Menurutnya, meski substansi UU sudah baik, lemahnya kapasitas aparat hukum membuatnya tak berjalan efektif. Selain itu, budaya menyalahkan korban di masyarakat juga menghambat penegakan hukum.

 

Sri mengungkapkan bahwa aparat masih kerap memperlakukan UU TPKS bukan sebagai undang-undang khusus, sehingga kasus kekerasan seksual justru ditangani menggunakan UU umum. Akibatnya, hak-hak korban seperti restitusi dan perlindungan selama proses hukum sering diabaikan.

 

Minimnya Perkara yang Lanjut ke Pengadilan

 

Tuani Sondang dari LBH Apik Jakarta mencatat bahwa jumlah laporan kekerasan seksual masih tinggi:

 

2022: 570 kasus

 

2023: 497 kasus

 

2024: 303 kasus (hingga pertengahan tahun)

 

 

Namun dari 303 kasus tahun ini, hanya 30 yang didampingi hingga proses lanjut, dan hanya lima yang berhasil sampai ke pengadilan. Penyebabnya antara lain aparat hukum enggan menggunakan UU TPKS dan lebih memilih UU ITE atau UU Pornografi. Fasilitas pemeriksaan pun belum ramah korban—tidak ada ruang khusus, bahkan seringkali korban diperiksa dalam kondisi tidak nyaman.

 

Masalah di Lingkungan Pendidikan

 

Amanda Manthovani menyoroti peliknya penanganan kasus kekerasan seksual di institusi pendidikan. Relasi kuasa antara pelaku dan korban membuat upaya keadilan sulit tercapai. Bahkan keberadaan Satgas TPKS di kampus tak efektif ketika pelaku justru adalah pimpinan institusi. Amanda mendesak agar aturan turunan dari UU TPKS segera diselesaikan agar penanganan bisa berpihak pada korban.

 

Komitmen Progresif Dibutuhkan

 

Rudianto Lallo dari Komisi III DPR RI mengingatkan bahwa secara hukum UU TPKS sudah berlaku sejak Mei 2022. Pasal-pasalnya bahkan lengkap, termasuk mekanisme peradilannya. Ia mendorong aparat penegak hukum untuk bersikap progresif, cukup dengan visum dan keterangan korban sebagai bukti awal untuk memproses kasus ke pengadilan.

 

Ia juga mendesak agar kepolisian dan kejaksaan segera menjadikan UU TPKS sebagai acuan utama dalam menangani kasus kekerasan seksual.

 

Penutup: Fokus pada Solusi, Bukan Sekadar Masalah

 

Wartawan senior Usman Kansong mengutip Mahatma Gandhi: "Tidak ada keadilan yang sempurna, tetapi kita harus selalu berusaha mencapainya." Menurutnya, tantangan penegakan hukum memang besar, namun semua pihak harus tetap fokus mencari solusi konkret, bukan sekadar mengeluhkan masalah.

 

“Jangan lelah mengawal UU TPKS. Kita perlu hadirkan solusi agar bisa segera diterapkan oleh para pemangku kepentingan,” pungkas Usman.[]


Tinggalkan Komentar