telusur.co.id - Isu soal kemungkinan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto masuk dalam kabinet usai tak lagi menjabat sebagai Panglima TNI, belakangan ini hangat dibicarakan.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya mengatakan, soal perombakan kabinet adalah wewenang Presiden. Meski demikian, ia mengingatkan agar perombakan dilakukan sesuai dengan porsinya.
"Ya gini, itu prerogatif presiden, cuma kemudian tentu di dalam proses menjadikan seseorang menteri, bukan persoalan utak-atik atau persoalan akomodatif. Tentu harus kami lihat bagaimana keputusan presiden dalam hal itu benar-benar porsinya tepat," kata Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/11/21).
Willy mengatakan, NasDem sendiri pada prinsipnya menyerahkan kepada presiden yang terbaik terkait kabinet untuk membantu kelancaran tugas-tugas kenegaraan. Hanya saja, sifatnya tak boleh akomodatif.
"Kita harus mengedepankan prinsip efektivitas, profesionalitas, itu harus menjadi prinsip-prinsip yang terdepan. Bukan hanya sekedar, ya utak-atik gatuk lah," tuturnya.
Lebih lanjut, Willy mengatakan, perombakan kabinet harus dilakukan berdasarkan kebutuhan pemerintahan. Menurutnya hal itu harus prospektif.
"Kita harus lebih kualitatif, lebih prospektif, ya lebih berbasiskan tentu kebutuhan pemerintahan ini seperti apa," pungkasnya.
Seperti diketahui, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun. Bahkan penggantinya sebagai Panglima TNI yakni Jenderal Andika Perkasa sudah disetujui DPR RI dan tinggal dilantik.
Berembus wacana Marsekal Hadi akan masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan Presiden Joko melalui mekanisme reshuffle.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko enggan memberikan komentar. Ia meminta awak media menunggu waktunya.
"Itu tunggu saja waktunya. Kita belum bisa memberikan apa jawaban," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/11/21).
Moeldoko menuturkan, saat pensiun dari jabatan Panglima TNI, tidak harus mendapatkan jabatan baru. Hal tersebut diungkapkannya lantaran pernah menjabat sebagai Panglima TNI.
Ia menceritakan ketika itu saat masa purnabakti, ia tidak memiliki jabatan apa pun selama 2,5 tahun. Namun waktu tersebut ia gunakan bersama keluarga.
"Seperti saya dulu dua setengah tahun waktu istirahat dan itu cukup nyaman bagi siapapun setelah bertugas, setelah mengemban tugas saya kemarin 35 tahun, punya kesempatan 2,5 tahun betul-betul sangat berarti bagi keluarga dan saya sendiri apa menikmati waktu yang ada," kata Moeldoko.
"Itu jadi tidak harus habis pensiun mendapatkan jabatan baru dan seterudnya. Saya pikir apa yang saya rasakan juga sangat menarik bisa menikmati sesuatu yang berbeda selama 2,5 tahun," sambungnya.
Saat ditanya soal adanya kritikan pemilihan calon tunggal Panglima TNI oleh Presiden Jokowi, yang dinilai telah mengesampingkan tradisi rotasi 3 matra TNI, Moeldoko tak mempermasalahkan hal tersebut. [Tp]
Isu Hadi Tjahjanto akan Masuk Kabinet, NasDem: Harus Berdasarkan Kebutuhan Pemerintah

Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya. (Foto: telusur.co.id/Bambang Tri).