KPK, Stop Berpolitik - Telusur

KPK, Stop Berpolitik


Oleh: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

ENTAH sudah berapa kali KPK bicara tentang Formula E. Terutama menyoal komitmen fee 560 M. Sudah tujuh bulan isu ini digoreng. Publik tanya: tugas KPK itu menangani korupsi, atau menggoreng isu korupsi. Ini dua hal yang berbeda.

Menangani korupsi itu sudah ada dua alat bukti, lalu tetapkan tersangka, atau lakukan OTT. Seperti penangkapan bupati Bogor dan auditor BPK beberapa hari terakhir ini. Ini penanganan korupsi. KPK on The track. Kita perlu dukung dan apresiasi.

Beda dengan menggoreng isu korupsi. Dua alat buktinya belum ditemukan, tersangkanya gak ada, lalu berulangkali bicara ke publik. Kita akan cari, kita akan telusuri, kita akan cek, adakah kaitannya ini dan itu. Apakah ada unsur kerugian negara. Kita akan tanyakan ke anu. Berbulan-bulan terus muter bicara seperti itu. Sepertinya, ini hanya berlaku buat Formula E. Lalu, nyerempet-nyerempet ke nama Anies Baswedan.

Mau sampai kapan KPK berwacana seperti ini? Sampai kapan KPK menggoreng isu ini?

Ketika ditanya soal Harun Masiku, dijawab: gak tahu. Tidakkah lebih baik KPK fokus tuntaskan kasus yang jelas-jelas sudah ada dua alat bukti hukumnya dan jelas siapa tersangkanya. Ada kesan di mata publik KPK sibuk menarget seseorang dengan mencari-cari kesalahan dan membicarakan ke publik bahwa orang itu seolah-olah punya potensi kesalahan untuk ditangani KPK. Publik melihat, ini sudah off side.

Terkait dengan formula E, berkas sudah diserahkan, ada pihak-pihak yang sudah dipanggil, fokus aja pelajari berkas dan keterangan pihak-pihak terkait. Kerja senyap, diam-diam, lalu pastikan ada tidaknya unsur korupsi. Gak perlu bicara ke publik sebelum ada kepastian hasilnya.

Di KPK, tidak boleh ada wacana. Ini tidak boleh lagi terjadi dalam kasus apapun dan kepada siapapun. Baik kepada Anies Baswedan maupun kepada yang lainnya. Baik untuk kasus Formula E, maupun kasus-kasus lainnya. KPK tidak boleh terlibat dalam perseteruan politik pihak-pihak tertentu.

KPK milik negara, bukan alat partai atau pihak tertentu. Jaga marwah KPK, karena semua ini akan dicatat oleh publik dan juga akan selalu ada di dalam memori sejarah tanah air, termasuk nama-nama orang yang terlibat.

Publik ingin KPK kembali ke tugas pokoknya: berantas korupsi dengan SOP sesuai UU yang berlaku. Tidak ikut terlibat dalam permainan isu. Gak usah ikut-ikutan bermain politik. Berhenti berwacana. Hukum tidak kenal wacana.

Hukum hanya bicara sesuatu yang pasti-pasti. Ada dua alat bukti pelanggaran, itu baru sesuatu yang pasti. Ada tersangkanya, itu baru sesuatu yang pasti. Kalau belum ada, gak usah berwacana ke publik. Gak usah bicara ke media. Gak usah cari panggung. Pamali!

Kalau terus berwacana, akhirnya publik malah bertanya: "KPK ini kerja untuk siapa sih?"

Jakarta, 28 April 2022


Tinggalkan Komentar