Memperlemah Koperasi Kredit/Credit Union - Telusur

Memperlemah Koperasi Kredit/Credit Union


Oleh: Suroto*

Di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19, akhir-akhir ini muncul upaya yang terlihat memperlemah gerakan koperasi pada umumnya dan koperasi kredit (Kopdit) khususnya, oleh Pemerintah baik secara jangka panjang maupun jangka pendek. Sesuatu yang berbalik dengan visi pemulihan ekonomi nasional yang harusnya menyasar kebanyakan masyarakat kecil yang menjadi anggota koperasi. 

Secara jangka panjang, misalnya, koperasi diperlemah dengan menggencet koperasi dan keluarkan koperasi dari lintas bisnis modern melalui regulasi dan kebijakan. 

Contohnya, koperasi pernah diatur dengan regulasi yang berpotensi akan hancurkan nilai-nilai dan prinsip dasar koperasi yang jadi keunggulan koperasi dengan diterbitkanya UU No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian yang cacat secara epistemologis dan akhirnya dibatalkan sepenuhnya oleh Mahkamah Konstitusi karena diuji materi oleh gerakan koperasi.

Satu regulasi dan kebijakan yang lain yang baru saja dibentuk, misalnya, adanya dukungan regulasi dan kebijakan Pemerintah untuk bank dalam pembentukan Holding Ultra Mikro dari tiga BUMN BRI, Pegadaian dan PNM  yang nyata berpotensi mematikan koperasi oleh Kementerian BUMN dan didukung oleh Kementerian Koperasi dan UKM. 

Pelemahan lainya adalah dengan dikeluarkanya KSP/Kopdit dari lintas bisnis keuangan modern dengan diasingkanya koperasi dari berbagai bentuk fasilitas regulasi dan kebijakan yang mendukung koperasi pada umumnya dan KSP/Kopdit pada khususnya. 

Sebut saja misalnya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Kopdit, selama ini tidak pernah mendapatkan fasilitas seperti jaminan simpanan, subsidi bunga dan  jaminan pinjaman kredit program dari pemerintah, modal penyertaan ataupun dana penempatan, serta dana talangan (bailout) seperti yang didapatkan oleh Bank ketika hadapi masalah. 

Bahkan, bank diamankan dari segala macam isu dengan diberikanya perlindungan dalam satu UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Di mana, koperasi tidak dimasukkan di dalam pengaturanya. 

Koperasi walaupun tak mendapatkan keistimewaan regulasi kebijakan seperti bank tersebut, masih tetap hidup. Ini pertanda bahwa koperasi masih punya keunggulan ketimbang bank. 

Salah satunya adalah karena KSP/Kopdit itu dapat dimiliki oleh nasabahnya. Mereka diperankan sebagai subyek pemilik lembaga dalam aktifitas usaha koperasi. Bukan hanya sebagai obyek pelayanan semata. Di mana mereka juga mendapatkan hasil usaha dari aktifitas ekonomi lembaga keuangan tersebut serta pendidikan agar menjadi manusia mandiri dan bermartabat. 

KSP/Kopdit yang di negara lain mendapatkan pembebasan pajak bahkan tidak diakomodir dalam RUU tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang baru dibahas. Sebab, paradigma penyusunan UU ini menganggap koperasi adalah sebuah badan usaha yang dianggap sama seperti halnya badan usaha lain. 

Padahal, koperasi di negara lain dibebaskan dari pajak, seperti di negara tetangga kita Singapura dan Filipina. Karena itu adalah hak moral koperasi. 

Badan usaha koperasi itu telah jalankan prinsip keadilan yang menjadi prinsip dari pajak itu sendiri. Koperasi dengan adanya kepemilikan yang terbuka bagi semua orang dan menjamin kesetaraan hak itu, telah jalankan keadilan secara inheren dalam model organisasi perusahaan mereka. 

Gerakan koperasi kredit (Kopdit) di Indonesia yang dibangun sejak awal 1970-an adalah merupakan jaringan koperasi terbesar di Indonesia dengan anggota sebanyak 3,2 juta orang yang tersebar di 918 koperasi primer dan 39 Pusat Koperasi Kredit. 

Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI) ini adalah merupakan koperasi yang mendekati aktifitas koperasi yang sesungguhnya. Karena mereka konsisten terapkan prinsip-prinsip koperasi, walaupun masih banyak kekurangan disana-sini. 

Dari sejak awal Kopdit dikembangkan tahun 1970-an, telah dengan sungguh-sungguh untuk konsisten jalankan prinsip koperasi. Bahkan, slogan Kopdit yang utamakan pemberdayaan sosial ekonomi anggotanya itu gunakan tiga pilar sukses dari sejak awal, yaitu swadaya/mandiri, solidaritas dan pendidikan. 

Gerakan Kopdit ini tidak hanya telah berhasil menjadi penyanggah kehidupan ekonomi masyarakat bawah yang selama ini terabaikan oleh pembangunan, tapi telah mampu membangun kemandirian, ekonomi lokal, literasi keuangan, dan juga meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Bahkan terlihat saat ini muncul geliat untuk membangun konglomerasi sosial dengan lakukan pemekaran dalam bentuk koperasi sektor riil. 

Gerakan Kopdit bukan semata soal uang. Mereka itu telah berhasil membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berdimensi sosial, ekonomi dan budaya. 

Gerakan ini setidaknya telah berhasil mereduksi residu pembangunan yang kapitalistik, monokultur dan atas-bawah (top down). Mereka telah berhasil mengangkat derajat dan martabat manusia anggotanya. 

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi Dan UKM mustinya berada di garda paling depan untuk melindungi mereka dan bukan justru melalukan upaya kriminalisasi. 

Salah satu upaya perlindungan oleh Kemenkop dan UKM itu  yang penting juga misalnya adalah dengan seharusnya membubarkan koperasi papan nama dan rentenir berbaju koperasi yang selama ini justru merusak citra koperasi. Bukan mengkriminalisasi koperasi yang sudah berjalan baik. 

Koperasi di banyak negara dianggap sangat penting artinya bagi pembangunan yang berkeadilan. Mereka tidak hanya diberikan daya dukung agar tumbuh berkembang, tapi juga disusunkan arsitektur kelembagaanya agar mandiri, dan berdaya lestari. 

Koperasi Kredit di negara Kanada dan Prancis telah menjadi lembaga keuangan terbaik di negara ini, dan menjadi konglomerasi sosial yang dimiliki dan dikendalikan secara demokratis satu orang satu suara.  

Sebut saja misalnya, Koperasi Desjardins di Kanada yang asetnya 5 kali lipat bank BRI dan Koperasi Bank Populiere di Prancis. Di Jerman, bahkan struktur lembaga keuangan mereka itu 74 persen didominasi koperasi dan sisanya baru oleh swasta dan pemerintah/BUMN. 

Seruan moral Uskup Pontianak untuk menghentikan upaya kriminalisasi Kopdit di Kalimantan Barat, sudah benar. Ini tidak hanya sejalan dengan visi Ajaran Sosial Gereja, tapi juga pernyataan terbuka yang dibuat oleh Paus Fransiskus Asisi, pimpinan Vatikan, yang mendukung gerakan koperasi. Karena koperasi telah berusaha untuk memanusiakan manusia dan tegakkan keadilan dan menjadikannya sebagai rumah kejujuran. 

Koperasi, sebagaimana bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi dan konstitusi dan berasaskan gotong royong, tentu harusnya diberdayakan, bukan dikriminalisasi. Apa yang telah terjadi, pemerintah juga telah melanggar prinsip dasar hukum dengan sewenang-wenang terhadap badan hukum, bukan mengadili perbuatan hukum mereka.[***]


*) Praktisi Koperasi


Tinggalkan Komentar