Telusur.co.id - Oleh: Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, Ketua Komisi X DPR RI
Menjelang berakhirnya tahun 2025, saya memandang perlu menyampaikan refleksi jujur atas perjalanan kebijakan pendidikan nasional. Sepanjang tahun ini, pemerintah telah melaksanakan berbagai program strategis untuk mempercepat peningkatan mutu pendidikan, memperluas akses, serta memperkuat kesejahteraan pendidik. Sebagai Ketua Komisi X DPR RI, saya mengapresiasi berbagai upaya tersebut. Namun, apresiasi harus selalu disertai evaluasi yang kritis agar kebijakan pendidikan benar-benar menjawab kebutuhan zaman dan keadilan sosial.
Salah satu kebijakan penting pada 2025 adalah pelaksanaan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Bidang Pendidikan. Program ini menunjukkan capaian kuantitatif yang cukup signifikan, terutama pada revitalisasi sekolah dan penguatan infrastruktur pembelajaran. Namun, memasuki 2026, saya meyakini bahwa orientasi kebijakan pendidikan harus bergeser. Kita tidak boleh berhenti pada pembangunan fisik dan distribusi perangkat, tetapi harus melangkah lebih jauh pada peningkatan kualitas pembelajaran, penguatan kompetensi guru, serta pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Digitalisasi pendidikan, misalnya, tidak cukup diukur dari jumlah perangkat Papan Interaktif Digital yang terdistribusi. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana teknologi tersebut digunakan secara bermakna di ruang kelas, didukung oleh guru yang kompeten dan konten pembelajaran yang berkualitas. Demikian pula pengembangan SMA Unggul Garuda, yang ke depan perlu diperluas agar tidak hanya melahirkan sekolah unggulan di pusat-pusat tertentu, tetapi juga membuka akses pendidikan bermutu bagi anak-anak bangsa di wilayah yang selama ini terpinggirkan.
Program Sekolah Rakyat dan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), walau bukan dilaksanakan langsung oleh mitra Komisi X, juga menjadi perhatian serius kami. Kedua program ini menyasar kelompok masyarakat paling rentan dan memiliki dampak sosial yang besar. Karena itu, pelaksanaannya harus dibangun di atas sistem yang adil, transparan, dan akuntabel. Sekolah Rakyat membutuhkan kejelasan kriteria penerima manfaat, penentuan lokasi berbasis data, serta pembagian kewenangan yang tegas agar tidak terjadi tumpang tindih dan konflik di lapangan. Sementara itu, MBG yang telah menjangkau puluhan juta penerima manfaat perlu memasuki fase konsolidasi kualitas pada 2026, agar anggaran besar yang dialokasikan benar-benar tepat sasaran dan mendukung kesiapan belajar peserta didik.
Tahun 2025 juga menandai langkah maju dalam peningkatan kesejahteraan guru, baik ASN maupun non-ASN. Transfer langsung tunjangan profesi, pemberian insentif bagi guru honorer, serta dukungan peningkatan kualifikasi akademik merupakan kebijakan yang patut diapresiasi. Namun, saya memandang kebijakan kesejahteraan guru harus diperkuat dengan penataan status, perlindungan kerja, serta integrasi yang lebih erat dengan pembinaan karier dan peningkatan kompetensi. Guru adalah pilar utama reformasi pendidikan; tanpa kesejahteraan dan dukungan yang adil, sulit berharap pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Di sisi lain, maraknya kasus perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2025 menjadi alarm keras bagi kita semua. Sekolah dan kampus seharusnya menjadi ruang aman dan bermartabat bagi peserta didik. Karena itu, pada 2026 saya mendorong penguatan pencegahan kekerasan berbasis sekolah dan kampus secara lebih sistemik, dengan memastikan regulasi yang ada benar-benar diimplementasikan dan satuan tugas di semua jenjang pendidikan bekerja efektif.
Pengalaman penanganan pendidikan di wilayah terdampak bencana di akhir tahun 2025 juga memberikan pelajaran penting. Pendidikan tidak boleh menunggu situasi benar-benar pulih. Ia harus hadir sejak masa tanggap darurat sebagai kebutuhan dasar. Respons yang lebih cepat, terukur, dan terkoordinasi perlu menjadi standar baru ke depan.
Akhirnya, saya melihat 2026 sebagai momentum penting pembaruan regulasi pendidikan melalui revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Pendekatan kodifikasi yang sedang disiapkan diharapkan mampu menyederhanakan regulasi, memperkuat pelindungan dan kesejahteraan guru, serta menjamin pendanaan pendidikan.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang bangsa. Evaluasi atas 2025 dan harapan untuk 2026 bukan semata catatan administratif, melainkan komitmen moral dan politik untuk memastikan setiap anak Indonesia memperoleh pendidikan yang bermutu, aman, dan berkeadilan. Komisi X DPR RI akan terus mengawal agenda ini dengan keberpihakan yang jelas dan tanggung jawab penuh kepada masa depan Indonesia.




