Menkeu Harus Jawab, Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rugikan Keuangan Negara? - Telusur

Menkeu Harus Jawab, Pembengkakan Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Rugikan Keuangan Negara?

Terowongan Proyek KCJB. Foto: Dok. KCIC

telusur.co.id - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dapat menjelaskan terkait pembengkakan biaya atau cost overrun pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. 

"Menkeu infokan, bagaimana selanjutnya? Apakah cost overrun ini bisa dianggap merugikan keuangan negara?" kata Anthony lewat akun twitternya @AnthonyBudiawan, Minggu (25/9/22).

Anthony mengaku bingung dengan permintaan Sri Mulyani yang meminta China ikut tanggung jawab atas pembengkakan biaya kereta cepat.

Sebaliknya, China meminta Indonesia yang bertanggung jawab atas pembengkakan biaya tersebut. Anthony heran dengan permintaan Indonesia dan China itu.

"Indonesia minta China Ikut tanggung jawab cost overrun, China minta Indonesia YANG tanggung jawab. Beda sekali permintaan kedua negara ini!” sindirnya. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia dan China harus sama-sama menanggung pembengkakan biaya (cost overrun) yang terjadi pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Sri Mulyani menuturkan bahwa cost overrun pada proyek KCJB muncul setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit.”Cost overrun kemudian berimplikasi bahwa Indonesia yang memiliki porsi 60 persen, sedangkan China 40 persen.

“Kenaikan cost overrun juga harus ditanggung 60:40,” katanya pada rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia, Kamis (25/8/22). KCIC adalah operator dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Indonesia melalui konsorsium BUMN bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) mengempit 60 persen saham KCIC.

Sekadar informasi, mega proyek tersebut diperkirakan memakan biaya investasi hingga Rp 113,9 triliun. Jumlah itu meleset dari perhitungan awal sebesar Rp 84,3 triliun. Investasi ini juga sudah melampaui proposal investasi yang ditawarkan Jepang sebelumnya.

KAI menghitung pembengkakan biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung maksimal sebesar US$1,9 miliar atau Rp28,5 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS).

Meski sudah ada proyeksi, KAI masih akan menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sementara, Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpotensi bengkak US$2,6 miliar atau Rp39 triliun selama 2019-2022.

Namun, biaya itu berhasil ditekan menjadi US$1,67 miliar atau Rp25,05 triliun. Kendati demikian, KCIC memproyeksi pembengkakan biaya proyek KCJB berpotensi bertambah Rp2,3 triliun yang berasal dari pajak dan pengadaan lahan.

Jika benar demikian, maka total pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung versi KCIC menjadi sekitar Rp27,35 triliun atau beda tipis dengan hitungan KAI yang sebesar Rp28,5 triliun.

Semula, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelesaikan proyek KCJB hanya US$6 miliar atau setara Rp90 triliun.

Namun jika dihitung dengan potensi pembengkakan biaya, maka total dana yang dibutuhkan untuk membangun KCJB tembus US$7,9 miliar atau Rp118,5 triliun.

Dalam perjanjian awal, sebagian besar atau 75 persen dari nilai proyek KCJB dibiayai oleh CDB dan 25 persen dari pemegang saham. Dengan kata lain, 25 persen itu akan berasal dari konsorsium BUMN dan Beijing Yawan HSR.[Fhr] 


Tinggalkan Komentar