telusur.co.id - Pengamat hukum, Laksanto Utomo mengkritik bobroknya kinerja BUMN. Diapun mendesak agar kasus yang terjadi di BUMN segera diselesaikan, agar tidak menjadi beban sejarah.
“Semenjak BUMN dikomandoi Erick Tohir, berangsur-angsur persoalan kebobrokan kasus korupsi di badan usaha plat merah terbongkar. Ramainya, kasus korupsi di Jiwasraya ternyata membuka semua persoalan praktek korupsi di badan asuransi lainnya seperti ASABRI,” ungkap Laksanto dalam diskusi “Bongkar Kinerja Bobrok BUMN, di Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Laksanto yang menjadi Peneliti Lembaga Studi Hukum Indonesia itu juga menyebut, sebelum kasus Jiwasraya, BUMN-BUMN sudah mengalami kekacauan. Dari Persoalan laporan keuangan Garuda yang dilaporkan untung, tapi sebenarnya rugi. Lalu, Bank Mandiri sistem eror dimana saldo nasabah berubah.
Berikutnya, kasus Pertamina dengan persoalan minyak tumpah di Perairan Karawang, Krakatau Steel dengan rekstrukturisasi besar-besaran dan PLN sempat listrik padam hingga setengah pulau Jawa. “Hal inilah yang membuat kinerja BUMN dianggap bobrok,” jelas
Yang paling terbaru adalah kasus korupsi penggunaan dana Jiwasraya untuk peminjaman modal kepada pengusaha. Ujung-ujungnya peminjaman tidak dikembalikan sehingga Jiwasraya menanggung kerugian triliun rupiah.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka, antara lain, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Persero Hary Prasetyo, dan Komisaris PT Trada Alam Mineral TBK, Heri Hidayat.
Laks menilai, dalam kasus ini perlu ada ketegasan dan kejelasan dari Kejaksaan Agung jangan sampai berhenti di level ini saja. “Sekarang kemana uang itu harus diusut dan menyita uang-uang tersebut. Penting mengembalikan uang premi,” ujar Laksanto.
Sementara itu, Ketua Program Studi S3, Universitas Borobudur, Faisal Santiago melihat kinerja BUMN belakangan dan sejak lama telah menjadi sorotan. Beberapa belakangan ini sebelum masalah Jiwasraya yang agak fenomenal adalah Garuda.
“Bayangkan perbuatan tidak terpuji seorang direktur utama membawa barang, menyelundupkan barang hanya demi tidak mau membayar biaya kepabean. Juga melakukan membuat laporan keuangan itu seolah-olah Garuda untung, padahal rugi,” ungkap Santiago dalam tempat yang sama.
Yang menarik di kasus Jiwasraya juga begitu, laporan keuangannya bagus terus dan sempat beberapa anggota DPR mengagung-agungkan karena diaudit tiga lembaga. Setelah dicek justru rugi besar.
Lalu Bagaimana Paeran OJK ? Santiago melihat OJK tidak melihat menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawasan jasa keuangan. Sehingga terjadinya masalah Jiwasraya.
“Secara kasarnya OJK dibubari, buat apa ada karena tidak menjalnkan fungsinya sebagai pengawas. Kalau menurut saya dalam hal ini sudah perbuatan lalai, dan bisa dikenakan pidana, artinya ini lalai yang sebenarnya atau lalai yang dilalaikan,” tegas Santiago. [ham]
Laporan : Firardi