Pengelolaan Sumber Daya Alam Pemerintahan Jokowi Amburadul - Telusur

Pengelolaan Sumber Daya Alam Pemerintahan Jokowi Amburadul


telusur.co.id - Pengelolaan sumber daya alam (SDA) di era pemerintahan Joko Widodo, dinilai amburadul. Pemerintah dianggap gagal mengelola dan memanfaatkan SDA Indonesia untuk mensejahterakan rakyat. 

"Yang terjadi malah SDA Indonesia dikuasai oleh segelintir pengusaha dan investor asing," kata Anggota Komisi VII DPR Mulyanto, Jumat (27/1/23).

Sementara masyarakat Indonesia sendiri hanya kebagian masalah dan dampak kerusakan lingkungan hidup yang panjang.

“Belum tuntas penyelesaian kasus bentrok berdarah antar kelompok pekerja di perusahaan smelter nikel PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI), dan  kasus beking kegiatan tambang ilegal oleh orang dekat presiden, kita sudah dikejutkan lagi dengan kabar dari Bank Indonesia yang menyatakan dolar hasil ekspor barang tambang tidak masuk ke Indonesia. Hasil penjualannya justru diparkir di rekening-rekening luar negeri. Akibatnya devisa negara kita anjlok. Padahal cadangan sumber daya alam kita terus dikeruk untuk keuntungan pengusaha-pengusaha tambang tersebut,” kata Mulyanto.

Ia menilai, kegagalan pengelolaan SDA selama ini karena presiden tidak paham persoalan tersebut. Di saat yang sama presiden dikelilingi oknum yang bermental korup yang lebih mementingkan diri sendiri dan kelompok daripada memikirkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Dampaknya banyak keputusan presiden yang hanya menguntungkan pengusaha tapi menyengsarakan masyarakat.

“Presiden ke depan harus sungguh-sungguh menata manajemen SDA kita ini. Jangan sampai SDA, khususnya hasil tambang yang terbatas ini hanya dinikmati segelintir oknum atau investor asing. Kita perlu tobat nasional dan kembali ke jalan konstitusi untuk mengelola SDA sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.  Serta menjalankan roda ekonomi nasional secara inklusif berkualitas bagi keadilan dan kesejahteraan rakyat. Bukan pendekatan ekonomi yang eksploitatif dan ekstraktif yang memarjinalkan dan menghisap darah rakyat,” singgung Mulyanto.

Mulyanto prihatin mendengar kabar bahwa banyak beking tambang ilegal adalah orang kuat yang dekat dengan Presiden. Ini yang mengakibatkan dirjen, gubernur dan walikota angkat tangan mengatasi pelanggaran usaha tambang ini. Kabar terbaru yang beredar sekarang ditemukan satu perusahaan tambang ilegal yang beromset miliaran yang ternyata dibeking oknum aparat keamanan.

Soal pajak atau royalti batubara Indonesia juga termasuk masih rendah, flat 13.5 persen di atas harga USD 90 per ton. Padahal harga batubara dunia saat ini membumbung tinggi mendekati USD 400 per ton. Kalau ini ditingkatkan, bukan hanya Indonesia banjir surplus neraca perdagangan, bisa jadi Indonesia tidak perlu utang untuk pembangunan.

Sementara hilirisasi nikel dijalankan dengan setengah hati. Hanya menghasilkan barang setengah jadi dengan nilai tambah rendah seperti nickel pig iron (NPI) dan fero nikel dengan kandungan nikel hanya 4 persen. 

"Lalu diekspor utamanya ke Cina dengan bebas pajak.  Insentif fiskal dan non fiskalnya diberikan sangat besar.  Kemudahan mengimpor alat-mesin, yang bisa jadi barang bekas pakai. Termasuk TKA yang diduga pekerja kasar dengan berbagai implikasi sosial-politiknya,” tandas Mulyanto.[Fhr]
 


Tinggalkan Komentar