Perundungan di Dunia Kedokteran, Harus Di-stop Bersama - Telusur

Perundungan di Dunia Kedokteran, Harus Di-stop Bersama

Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen menjadi key note speech pada acara FGD yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), di Jakarta, Senin (26/9/22). (Ist).

telusur.co.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen menjadi key note speech pada acara FGD yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), di Jakarta, Senin (26/9/22). Dalam pidatonya pria yang akrab disapa Gus Nabil ini mengungkap fenomena Bullying terhadap dunia kedokteran.

"Perundungan (bullying) di dunia kedokteran ini merupakan fenomena gunung es yang harus dicari solusinya secara bersama-sama, distop karena merupakan tindak kejahatan. Jangan sampai dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Era perploncoan sudah berakhir, bullying harus dihentikan," katanya.

Ia menuturkan, ada banyak efek traumatik dari perundungan di dunia kedokteran. Beberapa kasus dokter muda bunuh diri, karena tekanan mental teramat besar. Sebagaian lain, memendam tekanan mental ini jadi penyakit psikologis dalam diri dokter masing-masing. Jadi ada luka batin, ada jiwa yang terkoyak sebenarnya.

"Apa efeknya? Sebagian dokter menjadi pribadi yang punya penyakit mental dan kejiwaan. Dampaknya tidak hanya bagi pribadi dokter, keluarga, juga masyarakat secara luas. Bangsa Indonesia tidak bisa mendapatkan 'pelayanan' kedokteran dan kesehatan yang sempurna/pada level terbaik. Karena dokternya 'oleng', punya masalah kejiwaan," ungkapnya

Anggota Komisi IX yang juga Wakil Ketua Umum PB IPSI meminta Perundungan di lingkungan kedokteran harus dihentikan. Kembalikan dokter sebagai profesi 'pelayanan masyarakat' yang terhormat. Dokter dan tenaga kesehatan itu sejatinya melayani, memberikan pengabdian sepenuhnya untuk masyarakat. 

Dari mana memulai untuk stop perundungan dokter? Dari pendidikan kedokteran.

"Kampus-kampus fakultas kedokteran ataupun kesehatan, yang menjadi pusat pendidikan bagi para dokter dan tenaga kesehatan harus menyegarkan kurikulumnya, proses pendidikan dari awal hingga menjadi dokter bahkan dokter spesialis, harus direview ulang. Celah dimana perundungan bagi dokter, harus segera ditambal dengan solusi untuk perbaikan," paparnya.

Kerja bersama di dunia pendidikan kedokteran, yang tentu saja melibatkan banyak pihak, harus dilakukan segera.

"Perundungan di lingkungan kedokteran itu merupakan kejahatan. Maka, harus ada solusi hukum serta proses hukum yang jelas dan kongkret hingga tidak ada yang dirugikan. Praktik perploncoan senior-yunior ini harus berhenti. Ini merugikan kita semua, merugikan bangsa Indonesia. Pelaku kejahatan ini harus diproses hukum, untuk efek jera dan menstop perundungan ini untuk selamanya di lingkungan para dokter," pungkasnya.

Senada dengan Gus Nabil, Ketua Dewan Pertimbangan IDI DKI Jakarta yang juga Ketua PB IDI terpilih, Slamet Budiarto mengungkapkan faktor terjadinya bullying.

"Terutama di pendidikan spesialis, itu faktornya banyak dari faktor internal, kemudian banyak hak-hak residen yang tidak terpenuhi oleh penyelenggara pendidikan, ada hak insentif, jadi seorang spesialis residen harus digaji, yang kedua ada hak istirahat," katanya.

Permasalahan bullying terjadi karena sistem, sistem harus diperbaiki dan IDI harus masuk di dunia pendidikan spesialis.

"Inikan sudah bagian momok dari pendidikan spesialis sehingga bullying ini masih terjadi jadi permasalahan utamanya adalah di sistem ini harus diperbaiki yang kedua IDI juga harus masuk dalam dunia pendidikan spesialis agar bisa menangani atau mencegah terjadinya bullying terutama untuk peserta didik karena nanti dokter yang dihasilkan dari bullying berpotensi jadi tidak baik sehingga itu harus dicegah," jelasnya

Dia menlanjutkan, Pemerintah, Kementerian Kesehatan, DPR RI dan IDI harus bersama-sama untuk mencegah ini, jadi kalau pendidikannya baik, hulunya baik maka keluarannya akan menjadi baik, kalau pendidikannya kurang baik maka dokternya berpotensi kurang baik

"Jadi suatu hal yang harus cepat dan wajib ini segera diselesaikan," tandasnya. [Tp]


Tinggalkan Komentar