telusur.co.id - Gelombang guncangan di dunia politik dan hukum kembali menggema. Polda Metro Jaya resmi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) sebuah tuduhan yang kini dipastikan tidak berdasar, setelah penyidik memverifikasi langsung keaslian dokumen akademik Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jumat (7/11/2025), Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengungkapkan bahwa penyidikan berlangsung transparan, komprehensif, dan ilmiah, bahkan melibatkan tim ahli eksternal independen mulai dari pakar hukum pidana, teknologi informasi, sosiologi hukum, komunikasi massa, hingga linguistik forensik.
“Kami tidak main-main. Ini bukan sekadar kasus pencemaran nama baik biasa, tapi upaya sistematis menyebar hoaks berdampak luas terhadap kepercayaan publik terhadap institusi negara,” tegas Asep dengan nada tegas.
Laporan pidana diajukan langsung oleh Presiden Jokowi ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada 30 April 2025 tepat 194 hari lalu. Dari 12 nama terlapor awal, penyidik akhirnya mempersempit ke 8 tersangka inti, yang diklasifikasikan dalam dua klaster berdasarkan peran dan metode penyebaran:
ES, KTR, MRF, RE, dan DHL Dijerat dengan Pasal 310 & 311 KUHP (pencemaran nama baik & fitnah), Pasal 160 KUHP (penghasutan), ditambah juncto Pasal 28 Ayat (2) UU ITE karena terbukti menyebarkan konten provokatif bernuansa SARA dan kebencian.
RS (Roy Suryo), RHS, dan TT Dikenakan Pasal 310 & 311 KUHP, plus Pasal 32 Ayat (1) UU ITE terkait pengambilan dan penyebaran data pribadi tanpa izin, termasuk dokumen pribadi Presiden yang diotak-atik dan di-frame sebagai palsu.
“Ijazah Presiden Joko Widodo telah kami periksa langsung di UGM. Dokumen tersebut dinyatakan sah, utuh, dan tidak pernah dipalsukan. Segala tuduhan sebaliknya adalah hoaks berbasis niat buruk,” ujar Asep, menunjukkan fotokopi surat keterangan resmi dari UGM.
Ahli IT berhasil melacak asal muasal konten hoaks dari 3 akun digital utama, termasuk deepfake teks dan manipulasi dokumen digital. Ahli bahasa membedah narasi hoaks yang menggunakan diksi provokatif dan diksi politisasi akademik. Ahli hukum pidana & sosiologi menyimpulkan: “Ada pola kolaboratif terstruktur untuk merusak reputasi negara melalui figur presiden.”
Meski Roy Suryo tidak masuk klaster 1, namanya resmi tercantum sebagai tersangka utama klaster 2 (RS) diduga kuat berperan sebagai opinion leader yang memberi legitimasi publik terhadap narasi hoaks melalui unggahan di media sosial dan channel YouTube-nya.
Nama-nama lain seperti dr Tifauzia Tyassuma (dr Tifa), Abraham Samad, Eggi Sudjana, dan Damai Hari Lubis sempat masuk daftar terlapor, namun belum ditetapkan tersangka — status hukum mereka masih dalam pengembangan.
Asep menegaskan, para tersangka akan segera menjalani penahanan jika tidak kooperatif atau dikhawatirkan menghilangkan barang bukti. Berkas perkara ditargetkan rampung dalam 14 hari kerja, lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk penuntutan. “Kami menegaskan: Negara tidak akan tunduk pada hoaks. Kebenaran harus menang — bukan kebisingan.”



