Teknologi Pertanian, Jalan Menuju Kedaulatan Pangan - Telusur

Teknologi Pertanian, Jalan Menuju Kedaulatan Pangan


Oleh: Muh. Ageng Dendy Setiawan (Sekretaris Jenderal DPP GMNI)

Indonesia merupakan negara agraris yang artinya, pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian

Sebagai negara agraris dengan peluang pertanian yang besar, maka menjadi agenda wajib bagi Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui sektor pertanian. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan dan menciptakan kedaulatan pangan tersebut, tentunya terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi, yaitu di antaranya lahan yang subur, bibit unggul, ketersediaan pupuk, cuaca, sumber daya manusia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim dan lahan yang cukup mumpuni. Namun semua itu belum cukup membuat Indonesia menjadi negara yang berkedaulatan dalam sektor pangan.

Sebab, syarat untuk mengembangkan pertanian agar mampu menjadi negara yang berdaulat secara pangan itu harus memiliki beberapa faktor penting yang harus diperhatikan secara serius, diantaranya Modal. Modal di sini bukan hanya berarti uang, namun bisa dalam artian jejaring, pengetahuan, kebijakan pemerintah dan teknologi.

Permasalahan yang cukup serius dalam hal ini adalah, Indonesia tergolong negara dengan kontribusi teknologi yang terbilang belum maksimal untuk pengembangan pertaniannya. Padahal dalam proses pengembangan pertanian hingga mampu menciptakan kedaulatan pangan, sangat dibutuhkan sebuah inovasi teknologi sebagai penunjang yang sangat penting. Hal ini sejalan dengan perkembangan dunia yang tengah berada dalam pusaran revolusi industri 4.0.

Revolusi industri 4.0 membawa teknologi pertanian dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Namun, fenomena ini belum direspon secara maksimal oleh Indonesia. Pemanfaatan teknologi pertanian dan penciptaan inovasi baru di sektor pertanian belum menjadi perhatian khusus dan serius untuk diterapkan dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Mengutip pendapat dari A.T Mosher (Mubyarto, 1989;235), yang menganggap teknologi senantiasa berubah, sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Untuk itu, pertanian di Indonesia dapat dikembangkan dengan melihat referensi teknologi pertanian yang sudah diproduksi oleh negara lain.

Kita bisa melihat kesuksesan perkembangan pertanian negara tetangga dengan menjadikan teknologi sebagai instrument penting. Jepang, misalnya, merupakan negara kecil namun memiliki keunggulan dalam sektor pertanian. Hal ini karena Jepang mampu menciptakan serta mengembangkan inovasi teknologi dan sains untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Sebagai contoh, Teknologi Rekayasa Genetik yang dilakukan Jepang merupakan buah dari inovasi teknologi dan sains yang sukses dan berkualitas di dunia.

Minimnya pengembangan teknologi pertanian di Indonesia, berdampak pada produktivitasnya mengalami stagnasi hasil pertanian. Alhasil, Pemerintah mengambil jalan impor dengan dalih untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Kebijakan impor hasil pertanian sering kali menimbulkan penolakan, karena berdampak pada anjloknya harga produk atau hasil pertanian dalam negeri. Kondisi ini juga disertai dengan persoalan lainnya, semisal persoalan jaminan kesejahteraan petani, susahnya petani mengakses pupuk atau bahkan petani tidak mendapatkan pupuk akibat dari permainan pemburu rente, hingga ke persoalan teknologi yang menunjang kedaulatan pangan.

Contoh dari minimnya pengembangan dan inovasi teknologi pertanian di Indonesia adalah, saat beberapa tahun yang lalu Indonesia sempat diramaikan dengan kebijakan impor cangkul dari luar negeri yang menuai banyak kritikan. Jika negara kita serius dalam mengembangkan teknologi pertanian, maka seharusnya kita dapat memproduksi serta mengembangkan alat pertanian sendiri, sehingga tidak perlu impor.

Tidak bisa dipungkiri, impor teknologi dapat menimbulkan ketergantungan antara negara maju dan negara berkembang. Merujuk pada pendapat Cardoso, yang menyebut bahwa perkembangan politik ekonomi negara dunia ketiga telah sampai pada fase baru dengan kemunculan perusahaan multinasional, penyebaran industri padat modal ke negara pinggiran, dan pembagian kerja internasional. Model pembangunan bergantungnya Cardoso akan selalu dipaksa untuk menggunakan teknologi impor yang sudah hampir dapat dipastikan merupakan teknologi padat modal.

Akan tetapi impor teknologi diperlukan sebagai upaya untuk mengembangkan produktivitas pertanian. Namun yang perlu digaris bawahi adalah, impor teknologi bukan dalam artian sempit. Melainkan juga mencakup bagaimana mempelajari teknologi dari negara lain (transfer teknologi). Sebagai contoh Pemerintah China dengan raksasa computer dunia IBM. China memperbolehkan IBM masuk ke pasar mereka yang sangat besar, tapi mereka harus membuat inovasi untuk produk baru asli China. Pada saat itu IBM diberi insentif, tetapi di sisi lain ditekan untuk membuat produk baru, yaitu Lenovo.

Transfer teknologi sebagai referensi untuk menciptakan teknologi pertanian dalam negeri guna menunjang kedaulatan pangan Indonesia. Meski demikian, impor bukan menjadi sebuah keharusan jika kita bisa menciptakan inovasi teknologi baru dalam pertanian.

Di Indonesia, berbagai upaya pengembangan teknologi pertanian tengah dilakukan. Namun  dibutuhkan optimalisasi dan penyempurnaan dalam proses menciptakan inovasi teknologi tersebut. Hal yang perlu diperhatikan kemudian, proses penciptaan dan pengembangan teknologi pertanian, yaitu harus sejalan dengan memperhatikan aspek lingkungan serta dampak sosial yang akan timbul di tengah-tengah masyarakat. Dampak sosial tersebut salah satunya adalah, pengurangan tenaga pekerja dalam pengelolaan pertanian. Pada konteks ini, kebijakan Pemerintah sangat penting untuk menunjang terciptanya teknologi pertanian dalam negeri secara maksimal, serta untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkannya.

Di sisi lain, perkembangan teknologi dapat dimanfaatkan dalam memasarkan produk pertanian terutama di tengah pandemi, guna menjaga stabilitas penjualan serta memperluas pangsa pasar, baik pasar lokal; regional; nasional; ataupun pasar internasional. Sehingga, hal tersebut dapat membuka potensi pasar ekspor secara luas pada sektor pertanian. Inovasi teknologi yang dapat digunakan untuk menjaga stabilitas penjualan dan memperluas pangsa pasar, salah satunya dengan menggunakan platform digital berupa market place. Marketplace dapat digunakan oleh petani sebagai lapak penjualan hasil atau olahan pertanian. Marketplace tersebut juga dapat memotong permainan tengkulak atau rente yang kerapkali merugikan petani. 

Hal yang menjadi penting berikutnya adalah pada proses menciptakan dan mengembangkan teknologi pertanian, pemuda memiliki peran sentral dalam melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif untuk menunjang keberhasilan terwujudnya teknologi pertanian yang berkemajuan dan berkelanjutan. Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda untuk berperan dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Sehingga kampanye dan narasi Pemerintah mengenai petani milenial benar-benar terwujud. Upaya penyelesaian problem pertanian di dalam negeri melalui teknologi pertanian dapat berdampak positif bagi produksi pertanian, sehingga kedaulatan pangan dapat terwujud tanpa harus melakukan impor hasil pertanian.


Tinggalkan Komentar