Batalkan Transfer Data Pribadi ke AS, Imparsial: Data Pribadi Jangan 'Diperdagangkan' - Telusur

Batalkan Transfer Data Pribadi ke AS, Imparsial: Data Pribadi Jangan 'Diperdagangkan'

Ilustrasi

telusur.co.id -Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, ketentuan terkait transfer data pribadi rakyat Indonesia kepada Pemerintah Amerika Serikat, bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia, khususnya terkait hak privasi warga negara Indonesia. 

Hal ini sebagai respons terhadap poin keenam dalam kerangka perjanjian perdagangan timbal balik (Agreement on Reciprocal Trade), yang dilansir dari laman resmi Pemerintahan AS, pada 22 Juli lalu. Dalam dokumen itu berbunyi: "Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang memengaruhi perdagangan digital, jasa, dan investasi. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi ke luar wilayahnya ke Amerika Serikat".

"Data pribadi merupakan bagian dari hak privasi warga negara Indonesia yang harus dilindungi dari segala bentuk potensi penyalahgunaan oleh siapapun, termasuk oleh Pemerintah," kata Ardi, ditulis Selasa (29/7/2025) 

Ardi menegaskan, data pribadi warga negara tidak boleh menjadi objek kesepakatan perdagangan, bisnis atau ekonomi dari pihak manapun, termasuk antar pemerintah. Pemerintah Indonesia sendiri bahkan tidak boleh semena-mena menggunakan atau mengintip data pribadi rakyatnya, kecuali pada hal yang sangat beralasan yaitu ancaman nyata terhadap keamanan dan keselamatan nasional. 

"Alih-alih melakukan perlindungan, Pemerintah Indonesia justru berencana menjadikan data pribadi rakyat Indonesia sebagai 'obyek trade off' kepada pihak asing," sesalnya. 

Imparsial menganggap, ketentuan terkait transfer data pribadi rakyat Indonesia kepada Pemerintah Amerika Serikat tersebut dapat mengancam kedaulatan atas data pribadi rakyat Indonesia yang telah dijamin di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). 

Meski UU PDP belum sepenuhnya dijalankan, namun kehadiran UU telah memberikan jaminan hukum untuk mencegah penyalahgunaan dan melindungi keamanan data pribadi rakyat Indonesia. Dan, Presiden Prabowo Subianto berpotensi menyerahkan kedaulatan atas data pribadi rakyat Indonesia kepada Pemerintah AS. 

"Kedaulatan data pribadi rakyat Indonesia merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kedaulatan negara (state souverignity). Untuk itu adalah sebuah kesalahan besar jika Pemerintah Indonesia menjadikan data pribadi rakyat Indonesia sebagai 'objek perdagangan' dengan Pemerintah Amerika Serikat," tegasnya. 

Selain itu, menurut Ardi, kerangka perjanjian tersebut juga tidak sejalan dengan kebijakan Indonesia yang mewajibkan setiap perusahaan pengelola data pribadi di Indonesia untuk memikili server pengelolaan data pribadi di tanah air. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2019 pasal 20 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: "Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik wajib melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia." 

Dia menyampaikan, melalui kebijakan tersebut, telah terdapat peningkatan jumlah data center yang dibangun di Indonesia untuk menjawab kebutuhan akan infrastruktur yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. 

Maka, jika perjanjian transfer data pribadi tersebut benar-benar terjadi, kebijakan Pemerintah yang mewajibkan pengelola data pribadi memiliki server di Indonesia menjadi sia-sia tidak berarti. 

Selain itu, transfer data pribadi rakyat Indonesia kepada Pemerintah AS sendiri juga meningkatkan risiko terjadinya penyalahgunaan data pribadi rakyat Indonesia di sana. Sebab, AS hingga saat ini tidak memiliki aturan hukum terkait perlindungan data pribadi pada tingkat pemerintahan federalnya. 

"Yang ada hanyalah aturan hukum terkait perlindungan data pribadi yang bersifat sektoral seperti privasi dalam bidang kesehatan, perlindungan privasi anak, dan privasi informasi keuangan. Tidak ada kewajiban bagi pemerintah Amerika Serikat untuk tunduk pada aturan di dalam UU PDP Indonesia, sehingga ketika terjadi penyalahgunaan akibat adanya kebocoran data pribadi rakyat Indonesia, maka yurisdiksi UU PDP tidak mampu menjangkau penyalahgunaan tersebut," ungkapnya. 

Atas dasar di atas, Imparsial mendesak agar Pemerintah Indonesia membatalkan ketentuan terkait transfer data pribadi rakyat Indonesia kepada Pemerintah Amerika Serikat dalam kerangka perjanjian kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah AS. Karena tidak hanya berpotensi melanggar hak asasi rakyat Indonesia, khususnya hak privasi, tetapi juga meningkatkan risiko keamanan data pribadi rakyat Indonesia. 

"Pemerintah Indonesia seharusnya tetap menjaga kedaulatan (souverignity) data pribadi rakyatnya," tukasnya.[Nug] 


Tinggalkan Komentar