Bawaslu Paparkan Potensi Masalah Pemilu 2024 untuk WNI di Luar Negeri - Telusur

Bawaslu Paparkan Potensi Masalah Pemilu 2024 untuk WNI di Luar Negeri

Gedung Bawaslu

telusur.co.id - Pemungutan suara dengan cara kotak suara keliling via pos menjadi salah satu potensi masalah pelaksanaan Pemilu 2024 di luar negeri. Hal ini bercermin dari pengalaman sebelumnya.

"Yang paling banyak masalah metode kotak suara keliling dan metode pos," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Kotak suara keliling ini terobosan untuk memfasilitasi pemilih pada negara yang mempunyai banyak pekerja migran Indonesia (PMI).

Bagja menuturkan, permasalahan utama biasanya berasal dari daftar pemilih tetap (DPT), apkaha persoalan pakai paspor atau tidak. Contoh, di Malaysia itu paspor ditahan oleh pengusaha, sehingga dia hanya mempunyai kartu pekerja.

Kotak suara keliling dia menambahkan juga rentan atas dokumen ganda seperti penggunaan paspor dan kartu pekerja. "Menurut saya, kotak suara keliling ini masih relevan sampai sekarang dengan perlunya penguatan pengawasan,” urai peraih gelar master ilmu hukum dari Utrecht University, Belanda ini sekaligus pernah Ketua Umum PPI Utrecht tersebut.

Dia juga mengaku, potensi masalah menggunakan metode pos paling banyak akibat pemilih yang mengambil dua metode sekaligus, yakni mencoblos di TPS yang biasanya ada di kedutaan besar sekaligus juga memilih menggunakan  metode pos.

“Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara,” ujar Bagja.

Dirinya menjelaskan, alamat domisili juga sering pula menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran. “Dulu, ada kasus dulu di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6)."

"Catatan kami di Malaysia, Pada Pemilu 2019, ada sekitar 2,5 juta pemilih. Ke depan, teman-teman Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) untuk menjaring undocumented (warga negara yang tidak diketahui dokumentasi identitasnya),” ujar sarjana hukum dari Universitas Indonesia ini.

Meski begitu, Bagja meyakinkan kalau negara melalui upaya pemerintah dan penyelanggara pemilu sangat kuat untuk menjamin hak pilih.

Permasalahan lain, lanjutnya, adalah fenomena ‘pindah pilih’ bagi warga negara Indonesia yang saat hari pemungutan suara sedang melakukan liburan ke luar negeri.

"Dia dari TPS di Indonesia pindah ke TPS di luar negeri. Itu menjadi kebingungan tersendiri karena tidak terdaftar pemilih di TPS negara tersebut. Ini akan kita cari masukan untuk mencari solusinya bersama dengan KPU,” kata Bagja, dikutip dari laman Bawaslu.go.id.[Fhr]


Tinggalkan Komentar