Beri Pekerjaan ke 15 Pengemis, Risma Dinilai Lebih Mirip Ketua BEM Ketimbang Mensos - Telusur

Beri Pekerjaan ke 15 Pengemis, Risma Dinilai Lebih Mirip Ketua BEM Ketimbang Mensos

Menteri Sosial, Tri Rismaharini. (Ist).

telusur.co.id - Pengamat politik LAWAN Institute, Muhammad Mualimin menyebut kebijakan Menteri Sosial (Mensos RI) Tri Rismaharini yang mengantar 15 gelandangan dan pengemis untuk bekerja di BUMN Waskita Karya hanya simbolis dan mengejar pemberitaan media untuk mengerek nama pribadi.

Menurut Mualimin, kalau seorang menteri yang area kerjanya nasional hanya mampu memberikan 15 pekerjaan pada rakyatnya, itu hanya sekelas ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ketimbang menteri yang wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote.

"Yang dibutuhkan rakyat bagaimana cara gelandangan dan pengangguran di seluruh Indonesia dapat pekerjaan, yang jumlahnya mungkin 15 juta lebih karena efek Covid-19. Pola kerja Risma ini lebih mirip ketua BEM ketimbang menteri sosial," kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/1/21).

Sebagai politisi yang haus popularitas, ujar Mualimin, Risma sangat paham bahwa orang Indonesia tipe manusia yang mudah iba dan lugu. Maka, Mensos Risma cerdas memilih kelas sosial paling bawah, yang hidupnya penuh nestapa, terlunta-lunta, untuk diberi pekerjaan yang tujuannya tentu saja mendulang simpati publik.

"Kenapa di Jakarta dan bukan Bogor? Kenapa bukan 15 buruh yang baru kena pecat atau 15 sarjana yang menganggur? Karena Pengemis lebih potensial membetot simpati publik. Tapi mengingat jumlah gembel di Indonesia yang mencapai belasan jutaan, 15 pekerjaan tidak berarti apa-apa. Itu kecil sekali. Harusnya Risma bikin kebijakan sistematis yang dapat memaksa BUMN menyerap pengangguran di seluruh Indonesia,’’ ujarnya.

Menurut Mualimin, pola kerja simbolis untuk mendulang simpati publik, hanya bagus untuk karir pribadi seorang pejabat, tapi tidak tuntas menyelesaikan masalah negara. Menurutnya, pola pencitraan semacam itu mengadopsi cara Jokowi semasa jadi Gubernur Jakarta dan sama sekali tidak menuntaskan persoalan negeri.

"Dulu tahun 2012, Jokowi bawa wartawan untuk meliput aksi masuk gorong-gorong. Coba sekarang lihat kondisi Jakarta, setelah 8 tahun aksi populis itu, nyatanya masih banyak trotoar rusak dan drainase mampet. Ini karena cara kerjanya hanya simbolis, cuma cari viral di media, belum sistematis dan kontinyu. Lalu, Risma mau meniru Jokowi untuk menggusur popularitas Anies?" tanyanya. [Tp]


Tinggalkan Komentar