telusur.co.id - Peneliti Center for Stretegic Development Studies (CSDS) Pudjiatmoko meminta Pemerintah benahi sistem pendanaan kelapa sawit. Sebab, reformasi pengelolaan dana kelapa sawit sangat krusial untuk menyeimbangkan kepentingan fiskal negara, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan lingkungan.
"Saat ini, sebagian besar dana sawit terserap untuk subsidi biodiesel, sehingga ruang fiskal bagi riset, inovasi teknologi, dan penguatan petani menjadi terbatas," kata Pudjiatmoko, Rabu (22/10/2025).
Pendekatan baru berbasis sains dan teknologi diperlukan agar dana ini menjadi instrumen strategis dalam transisi energi, hilirisasi industri, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Dia menilai, subsidi biodiesel berbasis selisih harga CPO dan solar membuat anggaran negara rentan terhadap fluktuasi global. Pendekatan ilmiah harus diarahkan pada pengembangan teknologi efisiensi energi dan rekayasa proses biodiesel generasi lanjut (B40–B50) yang lebih hemat bahan baku CPO.
"Riset terapan perlu difokuskan pada katalis ramah lingkungan, optimasi enzimatik, dan sistem bioreaktor hemat energi. Dengan dukungan inovasi, biaya produksi biodiesel dapat ditekan tanpa mengandalkan subsidi tinggi," kata Pudjiatmoko.
Mantan Atase Pertanian KBRI Tokyo ini menyebut potensi ilmiah kelapa sawit jauh melampaui biodiesel. Minyak sawit dan turunannya dapat dikembangkan menjadi bioavtur, bioplastik, surfaktan alami, biohidrogen, dan oleokimia hijau melalui kolaborasi riset lintas sektor.
Dana sawit seharusnya dialokasikan sebagian untuk penelitian dan pengembangan (R&D) di perguruan tinggi, pusat riset nasional, dan inkubator industri.
“Pendekatan berbasis teknologi proses—seperti green chemistry, waste-to-energy, dan biomaterial engineering—akan mengubah paradigma dari komoditas mentah menjadi ekosistem industri hijau bernilai tinggi,” jelas Pudjiatmoko.
”Transformasi sawit berkelanjutan tidak mungkin tanpa partisipasi petani. Pemerintah perlu memperkuat transfer teknologi tepat guna bagi petani rakyat dan UKM, termasuk sistem replanting presisi berbasis data satelit, pemupukan cerdas, dan pengolahan limbah sawit menjadi bioenergi,” sambungnya.
Untuk memperkuat efektivitas dana, Anggota Komite Teknis Nanoteknologi BSN ini mengusulkan Pemerintah membentuk lembaga pengelola dana sawit yang independen dan profesional.
Lembaga ini yang nantinya melaksanakan mekanisme audit ilmiah, pengawasan lintas sektor, serta partisipasi akademisi dan masyarakat sipil.
Selain itu, strategi fiskal hijau perlu diterapkan, misalnya melalui pengenaan carbon tax, green bond, dan carbon offset fund yang sebagian dibiayai dari dana sawit. Pendapatan tambahan dapat dialokasikan untuk mendanai riset energi baru terbarukan, pangan berkelanjutan, dan konservasi ekosistem.[Nug]