Deklarasi Pemilu Damai, LaNyalla: PSHT Tidak Kemana-mana, Tapi Ada Dimana-mana - Telusur

Deklarasi Pemilu Damai, LaNyalla: PSHT Tidak Kemana-mana, Tapi Ada Dimana-mana

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menghadiri acara "Deklarasi Pemilu Damai" yang diinisiasi Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). (Foto: Humas DPD RI).

telusur.co.id - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menghadiri acara “Deklarasi Pemilu Damai” yang diinisiasi salah satu organisasi bela diri silat terbesar di tanah air, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). LaNyalla yang juga Ketua Dewan Pembina PSHT menekankan bahwa PSHT harus ikut memastikan agenda demokrasi di Indonesia yakni pemilihan umum dapat berlangsung dengan “Damai, Luber (Langsung, Umum, Bersih) dan Sukses”.

LaNyalla mengatakan sudah menjadi kewajiban semua warga negara untuk memastikan pelaksanaan proses demokrasi tersebut berjalan dengan baik dengan indikator sukses pemilu; yaitu adanya kebebasan warga negara untuk menentukan pilihannya, dan adanya ruang bagi peserta pemilu untuk berkompetisi dengan adil dan tanpa kecurangan.

“Tentu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak akan mampu bekerja sendiri untuk memastikan pemilu berkualitas. Apalagi dengan sebaran jumlah tempat pemungutan suara sebanyak 820 ribu lebih di seluruh Indonesia,” kata LaNyalla, dalam acara deklarasi yang berlangsung di Stadion Wilis, Madiun, Minggu (26/11/23).

Untuk itu diperlukan keterlibatan aktif elemen-elemen masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan untuk ikut mengawal dan terlibat aktif memastikan Pemilu dapat berlangsung dengan indikator sukses yang terukur. Tentu dengan berkoordinasi dengan Bawaslu di masing-masing wilayah sesuai tingkatan.

LaNyalla berpesan agar warga PSHT tidak terpecah belah hanya karena perbedaan pilihan politik dalam Pemilu. Karenanya warga PSHT sebaiknya tidak kemana-mana, tetapi ada di mana-mana.

“Artinya tidak terlibat dukung mendukung secara frontal, tetapi tetap aktif menggunakan hak pilihnya,” katanya,

Hal ini, ujar LaNyalla, karena polarisasi akibat Pemilihan Presiden Secara Langsung (Pilpressung) yang bergulir sejak era reformasi masih terjadi. Karena Pilpressung memang tidak cocok untuk bangsa Indonesia yang super majemuk dan negara kepulauan yang terpisah-pisah. Pilpressung juga tidak cocok diterapkan di negara yang karakter bangsanya guyub dan komunal.

Sejak Era Reformasi yang ditandai dengan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia seolah berubah menjadi bangsa lain. Bangsa yang tercerabut dari akar budaya dan jati dirinya, menjadi bangsa yang semakin individual dan liberal serta materialistis pragmatis.

“Padahal kita sebenarnya sudah punya sistem asli. Yaitu Pemilu yang dilaksanakan untuk memilih wakil rakyat. Yang nanti duduk di DPR RI. Sedangkan utusan-utusan lain, yaitu utusan golongan-golongan dan utusan daerah, yang duduk di MPR RI, tidak dipilih melalui Pemilu tetapi harus diutus dari bawah. Mereka semua inilah, anggota DPR, anggota utusan golongan dan anggota utusan daerah yang menjadi penjelmaan rakyat yang utuh dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampe Rote,” kata LaNyalla.

“Mereka inilah yang akan bermusyawarah di MPR RI, untuk merumuskan Haluan Negara, dan memilih Presiden untuk menjalankan Haluan Negara tersebut. Sehingga Presiden adalah Mandataris dari Penjelmaan Rakyat tersebut. Artinya Presiden adalah petugas rakyat,” sambungnya.

Tetapi karena praktik penyimpangan yang terjadi di era Orde Baru, sistem rumusan pendiri bangsa itu kita buang dan kita ganti dengan sistem barat yang individualis dan liberal. Padahal seharusnya, saat reformasi, yang kita benahi adalah penyimpangan yang terjadi di era orde baru. Bukan mengganti sistem bernegara dengan mengadopsi sistem liberal ala barat.

“Inilah yang sekarang sedang saya perjuangkan. Agar bangsa ini kembali ke sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, yang kita sempurnakan dan perkuat, agar penyimpangan yang terjadi di era orde lama dan orde baru tidak terulang,” ujarnya.

Di akhir sambutan, LaNyalla mengajak bangsa ini membangun kesadaran kolektif untuk kembali kepada Pancasila. Kembali menerapkan Demokrasi Pancasila. Sehingga kedaulatan tetap di tangan rakyat, yang berada di lembaga tertinggi negara.

Ketua Umum PSHT, Moerdjoko mengatakan Deklarasi Pemilu Damai yang diinisiasi PSHT merupakan wujud dari nafas organisasi yang mengedepankan nilai-nilai keberagaman dalam kesatuan.

“Sikap politik PSHT kenegaraan, kita menjunjung tinggi Pancasila, UUD 45, negara kesatuan dan Bhineka Tunggal Ika. Bahwa PSHT tidak berafiliasi tidak bergantung, tidak mengikat dengan partai politik manapun, tidak terikat, kita netral, kita harus menjaga tradisi dari PSHT,” kata Moerdjoko.

PSHT memberikan kebebasan kepada warganya untuk berpolitik, mau memilih maupun dipilih. “Mari aturan kita tepati dan jadikan pemilu damai,” katanya.

Turut hadir di acara tersebut, Capres Anies Baswedan;  Anggota DPD RI Tamsil Linrung, Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Farid Makruf; Wakapolda Jatim Brigjen Pol Akhmad Yusep Gunawan; Wali Kota Madiun Maidi; Ketua KPU Prov Jatim; Ketua Bawaslu Prov Jatim; serta Dewan Ketua Pusat PSHT Issoebijantoro. [Tp]

 


Tinggalkan Komentar