Di Tengah Amarah Rakyat dan Bara Api, Kohati Surabaya Serukan Akal Sehat: Jangan Bakar 'Rumah' Kita Sendiri - Telusur

Di Tengah Amarah Rakyat dan Bara Api, Kohati Surabaya Serukan Akal Sehat: Jangan Bakar 'Rumah' Kita Sendiri

Ketua Umum Kohati Cabang Surabaya 2025–2026, Septiyani, S.E. Foto: dok. Kohati Surabaya.

telusur.co.id -Di tengah gelombang unjuk rasa yang menyebar di berbagai kota, Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Surabaya menyuarakan keprihatinan mendalam atas eskalasi kericuhan yang terjadi di sejumlah fasilitas publik dan gedung pemerintahan.

Ketua Umum Kohati Cabang Surabaya 2025–2026, Septiyani, S.E, memandang kondisi ini sebagai bentuk akumulasi kekecewaan rakyat, namun menegaskan pentingnya menjaga akal sehat di tengah bara api kemarahan yang meluas.

“Kami memahami, bahkan merasakan, betapa beratnya himpitan yang kini melanda masyarakat. Namun, sebagai insan akademis dan organisatoris, kami merasa terpanggil untuk mengajak semua pihak berhenti sejenak, berpikir jernih, dan tidak membiarkan emosi membakar habis nalar dan masa depan kita bersama,” ungkap Septiyani dalam pernyataan resminya.

Akar Masalah: Ketika Kontrak Sosial Dikhianati

Menurut Kohati Surabaya, kemarahan publik yang meluap saat ini tidak hadir tanpa sebab. Rakyat menghadapi tekanan ekonomi yang berat, termasuk pemangkasan anggaran, pembatalan proyek strategis, serta meningkatnya beban pajak. Dalam kondisi demikian, keputusan DPR untuk menaikkan gaji dan tunjangan dinilai mencederai rasa keadilan publik.

Lebih menyakitkan lagi, kata Kohati, ketika para pejabat justru memperlihatkan gaya hidup mewah, berwisata ke luar negeri, dan mengeluarkan pernyataan yang meremehkan demonstrasi rakyat. Hal ini memperdalam rasa pengkhianatan terhadap kontrak sosial antara negara dan warganya.

Eskalasi Digital dan Penunggang Gelap

Kohati juga menyoroti bagaimana demonstrasi damai berubah menjadi kerusuhan akibat tindakan represif aparat yang menimbulkan korban jiwa. Di era digital, video kekerasan menyebar cepat dan menjadi pemicu kemarahan masif yang tak terbendung.

Namun, di balik amarah tulus dari massa aksi, Kohati mencermati adanya pihak-pihak yang diduga menunggangi situasi. Mereka dicurigai sebagai aktor intelektual dengan kepentingan politis atau destruktif.

“Mereka bukan sekadar provokator, melainkan kelompok politik, anarko-kriminal, bahkan korporasi tertentu yang menyusup, memantik api, menyebarkan disinformasi, lalu menghilang. Sementara, demonstran sejati yang menanggung citra buruk,” tulis Kohati dalam rilisnya.

Kalkulasi Pahit Pasca-Anarki

Kohati mengingatkan, apabila kekerasan dan pembakaran terus berlanjut, rakyat akan menjadi pihak paling dirugikan. Infrastruktur yang rusak akan membutuhkan dana triliunan untuk diperbaiki, dan itu akan diambil dari APBN, uang pajak rakyat yang seharusnya dialokasikan untuk layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Kondisi ini dapat memicu krisis ekonomi lebih dalam, inflasi tinggi, dan ketidakstabilan yang memukul kelompok rentan—termasuk perempuan dan anak-anak.

Seruan Introspeksi dan Arah Perjuangan

Di akhir pernyataannya, Ketua Umum Kohati Surabaya mengajak semua pihak, terutama mahasiswa dan aktivis yang turun ke jalan, untuk mengambil jeda dan melakukan introspeksi. Kohati menegaskan bahwa perjuangan sejati adalah perjuangan jangka panjang yang membutuhkan energi dan nalar sehat.

“Perjuangan belum selesai, mari bersatu padu, merapatkan barisan, dan mengubah amarah menjadi energi positif untuk mengawal tuntutan secara bijak. Suara kita tidak akan bungkam!” tegas Septiyani.

Sebagai organisasi perempuan, Kohati percaya bahwa perempuan memiliki peran strategis dalam menjaga rasionalitas dan empati bangsa, terutama di saat-saat genting.

“Kita terbiasa memikirkan dampak bagi keluarga dan generasi. Mari bawa kearifan itu ke jalanan, menyalurkan amarah menjadi kekuatan konstruktif, bukan alat mereka yang berniat buruk menghancurkan rumah kita,” pungkasnya.


Tinggalkan Komentar