telusur.co.id -Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) bersama Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Surabaya Raya menggelar diskusi kebudayaan di Balai Pemuda Surabaya dengan tema besar “Kebudayaan sebagai Fondasi Kemandirian Bangsa di Era Digital dan Tantangan Globalisasi.”
Dalam diskusi tersebut, Ketua DKJT Jawa Timur, Chrisman Hadi, menegaskan bahwa tantangan generasi muda masa kini terletak pada kemampuan memanfaatkan peluang industri kreatif di era digital secara maksimal. Ia menyoroti kesenjangan antara kelompok kaum urban terdidik dan kaum pekerja sektor riil yang semakin melebar di tengah kemajuan teknologi dan liberalisasi ekonomi global.
“Mahasiswa saat ini hidup dalam kemegahan fasilitas digital, sementara kaum pekerja sektor riil menjadi penyangga sistem ekonomi. Ketika negara mengalami liberalisasi, kritik mendasar terhadap kapitalisme dari liberalisasi. Ketimpangan ini harus dijembatani dengan kesadaran dan gagasan untuk memastikan kesinambungan antara sektor digital dan sektor riil,” ujar Chrisman.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa liberalisasi ekonomi dunia sejatinya merupakan pertarungan modal antara negara-negara besar Timur dan Barat. Karena itu, generasi muda perlu memahami peta geopolitik dan ekonomi global tidak secara hitam-putih, melainkan dengan pandangan yang lebih objektif dan kritis terhadap wilayah abu-abu yang selalu hadir dalam dinamika global.
Chrisman juga menekankan bahwa kebudayaan adalah kunci utama jika Indonesia ingin mengejar ketertinggalan dalam bidang industri dan teknologi. Ia mengungkapkan bahwa para peneliti menyebut butuh waktu sekitar 20–25 tahun bagi Indonesia untuk mencapai posisi yang diinginkan.
“Keunggulan kita adalah kebudayaan. Tidak ada bangsa yang memiliki keragaman etnik dan varian budaya seperti Nusantara. Namun untuk menjadi bangsa maju, kita harus membuka diri terhadap perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPC GMNI Surabaya Raya, Ni Kadek Ayu Wardani, menyatakan bahwa diskusi ini merupakan bentuk kesadaran kolektif generasi muda dalam memperkuat basis ideologis dan kultural di tengah derasnya arus globalisasi dan kapitalisme digital.
“Kebudayaan bukan sekadar warisan, tetapi modal perjuangan bangsa untuk berdiri tegak secara mandiri. Generasi muda harus mewarisi semangat Trisakti Bung Karno yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” tegas Kadek.
Sementara itu, Sekretaris DPC GMNI Surabaya Raya, Alief Susilo Yusuf Hadiwijoyo, menambahkan bahwa literasi menjadi benteng utama rakyat di era keterbukaan informasi digital.
“Rakyat harus kuat dalam literasi agar tidak terjebak dalam arus informasi palsu dan ideologi pasar yang menyesatkan. Penguatan karakter bangsa dimulai dari kebudayaan dan pendidikan kritis,” ujarnya.
Diskusi kebudayaan ini diharapkan menjadi ruang sinergi antara seniman, intelektual muda, dan aktivis mahasiswa untuk membangun kesadaran baru bahwa kebudayaan bukan sekadar ekspresi seni, tetapi juga strategi kemandirian bangsa dalam menghadapi tantangan global.