Diminta Gerak Cepat Atasi Kelangkaan BBM, DPR: BPH Migas Harus Tanggung Jawab - Telusur

Diminta Gerak Cepat Atasi Kelangkaan BBM, DPR: BPH Migas Harus Tanggung Jawab


telusur.co.id - Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, meminta pemerintah bergerak cepat mengatasi masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah daerah. 

Menurut dia, masalah kelangkaan ini jangan sampai merambat ke wilayah lain dan menjalar menjadi krisis seperti yang terjadi di beberapa negara. Karenanya, pemerintah dalam hal ini BPH Migas harus meningkatkan pengawasan.

"Sebagai lembaga yang berwenang atas pengaturan dan pengawasan BBM, BPH Migas harus bertanggungjawab. Jangan sampai kasus ini berlarut-larut dan membuat masyarakat panik," ujar Mulyanto dalam keterangannya, Rabu (20/10/21).

Mulyanto juga meminta BPH Migas harus menjelaskan ke publik terkait jumlah cadangan BBM termasuk kuota BBM yang tersisa di bulan Oktober 2021 ini. Sehingga masyarakat tenang atas cadangan BBM nasional cukup.

Sebab, ada kekhawatiran masyarakat terhadap kelangkaan BBM lantaran di beberapa negara seperti Inggris, China, India, termasuk Singapura sedang krisis energi.

"Masyarakat khawatir Indonesia mengalami kejadian yang sama," katanya.

Karena itu, BPH Migas perlu menjelaskan kepada masyarakat terkait status cadangan BBM nasional teraktual. Di mana saat ini ada dua jenis BBM yang langka, yakni premium dan solar.

"Padahal BBM jenis ini sangat dibutuhkan masyarakat. Karenanya persediaannya harus selalu aman. Jangan sampai karena mau mengejar untung, distribusi BBM jenis ini ditahan-tahan oleh Pertamina," tegas Mulyanto.

Di samping itu, Wakil Ketua Fraksi PKS ini mendesak BPH Migas segera melakukan investigasi terkait kelangkaan BBM ini. Terlebih, beberapa waktu lalu di Semarang, Jawa Tengah, ditemukan gudang penimbunan BBM bersubsidi yang akan diselundupkan. BPH Migas, juga perlu mempercepat penggunaan nozel digital di setiap SPBU.

"Harusnya dengan nozel digital ini peluang penyimpangan di titik SPBU dapat tertutup sama sekali. Peluang penyimpangan yang masih terbuka adalah rentang antara titik penyerahan DO sampai titik SPBU. Alias terjadinya 'kencing' solar di tengah jalan. Karena ini adalah rentang wilayah yang tidak terawasi," tegasnya lagi.

Mulyanto menilai Pemerintah, Pertamina dan BPH Migas perlu memikirkan cara penguatan sistem audit BBM ini. Misalnya memberlakukan sistem pembayaran subsidi dihitung berbasis jumlah BBM yang keluar dari nozel digital di SPBU, bukan direkap di depo BBM berbasis DO.

"Dengan sistem audit ini akan semakin jelas, bahwa yg dibayar sebagai BBM subsidi hanyalah BBM yang diterima masyarakat yang berhak melalui nozel digital," demikian Mulyanto.

Masalah Kelangkaan BBM 

Beberapa hari terakhir, kelangkaan atau kekurangan stok BBM terjadi di sejumlah daerah. Pelbagai masalah pun muncul di balik kelangkaan ini, dari gangguan impor sampai aksi pidana berupa penimbunan stok BBM.

Pada Sabtu, 16 Oktober, misalnya, terjadi kelangkaan BBM di beberapa titik di Sumatera Utara karena ada gangguan impor. Lantaran, kapal pengangkut BBM dari Singapura dan Malaysia terlambat akibat antrean di pelabuhan.

"Kalau impor masih tetap ada, dan yang kemarin masalah di Sumatera Utara, di Singapore memang ada antrean," kata Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial and Trading, Irto Ginting, Rabu (20/10/21). 

Irto menyebut masalah di Sumatera Utara pun sudah berangsur normal sejak Minggu, 17 Oktober. Meski ada gangguan stok, Irto menyebut pasokan di Sumatera Utara masih sanggup dipenuhi dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Belawan, Medan.

Di sisi lain, Irto juga menyampaikan bahwa permintaan BBM sebenarnya sedang meningkat seiring dengan penanganan COVID-19 yang mulai terkendali. Salah satunya terjadi pada solar bersubsidi yang naik secara harian sebesar 15 persen, dibanding periode Januari sampai Agustus 2021.

Sumatera Utara adalah satu di antara tiga daerah yang mengalami kenaikan konsumsi solar bersubsidi sebesar 3,5 persen. Dua lainnya yaitu Sumatera Barat 10 persen dan Riau 15 persen. Sehingga, kuota solar subsidi di daerah ini pun akhirnya ditambah.

Irto juga menyebut masalah praktik penyaluran BBM yang tidak sesuai regulasi. Hingga Oktober, Pertamina sudah menutup 91 SPBU di seluruh tanah air dan diberikan sanksi penghentian suplai dan penutupan sementara.

"Penyelewengan yang dilakukan misalkan adalah transaksi yang tidak wajar, pengisian jeriken tanpa surat rekomendasi, dan pengisian ke kendaraan modifikasi,” kata Irto.

Selain masalah di SPBU, kecurangan terjadi di sisi pengangkutan. Dalam dua bulan ini, polisi juga mengungkap dua kasus terkait penyalahgunaan solar bersubsidi di Jawa Tengah,.

Awalnya pada 20 September, polisi menangkap pelaku penyalahgunaan solar bersubsidi di kapal yang tengah berada di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah. Setelah pengembangan kasus, polisi lalu menggerebek gudang penampungan solar bersubsidi. Lokasinya masih di Jawa Tengah yaitu di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang.

Pertamina mengatakan, praktik penyalahgunaan dan penimbunan solar bersubsidi merupakan tindak pidana karena sangat merugikan negara. Penyalahgunaan tersebut, kata dia, juga menyengsarakan masyarakat, karena aksi penimbunan berpotensi menimbulkan kelangkaan.

"Sebab volume penyaluran BBM bersubsidi telah dipagu oleh kuota dengan memperhitungkan kebutuhan masyarakat," kata Pjs Senior Vice President Corporate Communications and Investor Relations Pertamina Fajriyah Usman.[Fhr]


Tinggalkan Komentar