Fadli Beberkan UU Terorisme Atur Santunan Bagi Korban - Telusur

Fadli Beberkan UU Terorisme Atur Santunan Bagi Korban


Telusur.co.id -

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan ada banyak subtansi baru dalam Undang-Undang Terorisme yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR. Misalnya, tak hanya bicara mengenai pemberantasan terorisme, tapi juga bicara aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan, dan pengawasan.

“Perubahan signifikan lain adalah UU ini juga memberikan perhatian kepada korban terorisme, serta mengatur peran TNI yang dalam UU sebelumnya tak dibahas. Padahal, tindak terorisme seringkali bertolak dari paham serta bertujuan untuk mengancam kedaulatan negara,” ungkap Fadli melalui keterangan tertulisnya, Jumat.

Yang lebih penting lagi, jelas dia, UU yang baru disahkan ini juga mengatur mengenai perlindungan terhadap korban aksi terorisme secara komprehensif, baik berupa bantuan medis, rehabilitasi psikologis, psikososial.

“Santunan korban meninggal dunia, pemberian restitusi dan kompensasi lainnya. UU ini menegaskan, korban langsung yang berhak mendapatkan perlindungan ini, termasuk korban langsung sebelum UU ini berlaku,” katanya.

Hal ini perlu mendapat perhatian serius, karena DPR menginginkan tindakan yang sesuai dengan aturan yang ada. “Sebab, kita ingin semangat perlindungan terhadap warga negara semakin kuat dengan adanya UU Terorisme yang baru ini. Tak terkecuali kepada para korban terorisme sebelum UU ini berlaku,” katanya.

Adapun terkait pelibatan TNI, tertuang dalam Pasal 43. UU ini menegaskan bahwa tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Dan ini merupakan bagian dari pengejawantahan UU TNI pasal 7 ayat 2. Namun, teknisnya bagaimana, hal itu perlu diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres).

“Maksimal 1 tahun sejak sekarang, Perpres tersebut harus diterbitkan. Ini perlu diperhatikan oleh Presiden, agar pemberantasan terorisme, khususnya pelibatan TNI, bisa punya panduan dan pijakan hukum yang jelas.”

UU yang baru ini juga sangat memperhatikan konsep HAM. Para terduga teroris harus diperlakukan manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia. Prinsip ini penting dikemukakan agar penegakan HAM sesuai prinsip universal yang selama ini berlaku.

Prinsipnya, sebagai pembuat UU DPR menginginkan agar kasus terorisme sedapat mungkin sampai ke meja pengadilan, agar penegakan hukum terorisme juga dilakukan melalui jalur hukum. Poin ini penting untuk mencegah munculnya ketidakpercayaan publik terhadap kerja aparat dalam pemberantasan terorisme.

“Tujuan utama adanya UU Terorisme adalah untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara. Ini terefleksi dari definisi terorisme dalam UU baru ini. Sesuai hasil rapat terakhir, DPR dengan pemerintah sepakat untuk menggunakan definisi terorisme alternatif 2. Yakni pendefinisian terorisme yang mencantumkan motif politik, ideologi, atau ancaman terhadap keamanan. Sehingga, ada lima unsur yang terdapat dalam definisi terorisme, yaitu adanya penggunaan kekerasan, menimbulkan teror yang luas, menimbulkan korban, merusak objek vital yang strategis, dan ada motif serta tujuan politik atau ancaman keamanan.”

Dengan definisi ini, maka terorisme memiliki pembeda dengan tindak pidana biasa. Selain itu, dengan definisi tersebut, tindakan salah tangkap juga dapat dihindari. Jadi, aparat keamanan memiliki landasan yang lebih jelas dalam penanganan di lapangan.

“Kita berharap dengan telah disahkannya UU Terorisme, pemerintah dan jajarannya, Polri, TNI, BNPT, BIN, dapat semakin efektif dalam penanganan ancaman terorisme. Regulasinya sudah kuat. Saat ini, tinggal bagaimana kinerja aparat penegak hukum di lapangan, mampu menjamin suasana aman bagi masyarakat luas.”

“Kita juga berharap tak ada lagi teroris dan terorisme di Indonesia dan terorisme tak dijadikan alat kepentingan politik atau bisnis oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab,” tuntasnya. (ham)


Tinggalkan Komentar