telusur.co.id - Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, lembaga keuangan multilateral dan negara pemberi utang kini mulai enggan memberi utang kepada Indonesia. Hal ini tidak biasanya, karena selama ini berapapun utang yang diminta Indonesia selalu diberikan.
"Bukan hanya tidak diberikan utang, Indonesia malah dipaksa harus membayar begitu banyak utang jatuh tempo, tanpa diberi kesempatan untuk reaceduling atau penundaan pembayaran utang maupun penundaan pembayaran bunga. Padahal pemerintah dalam posisi sedang sekarat akibat tidak ada uang karena Covid-19." kata Salamuddin di Jakarta, Selasa (11/8/20).
Menurut Salamuddin, kondisi Indonesia yang sangat kejepit ini terlihat dalam laporan Bank Indonesia (BI) yang menyebut sepanjang kuartal I tahun 2020 utang luar negeri pemerintah menurun atau berkurang sebesar 19,117 miliar USD atau berkurang sebesar Rp 277,2 triliun.
"Ini berarti bahwa satu sisi pemerintah tidak bisa lagi mendapatkan pinjaman multilateral dan bilateral baru, sisi lain pemerintah dipaksa membayar utang jatuh tempo," tuturnya.
Salamuddin menduga, posisi lembaga keuangan multilateral dan negara donor bilateral kepada Indonesia, tampaknya berdasarkan klasifikasi bahwa RI telah ditetapkan sebagai middle income country sebagaimana dinyatakan World Bank baru baru ini.
Artinya bahwa Indonesia tidak lagi berposisi sebagai penerima donor, namun sebaliknya pendonor baru.
Padahal Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mengambil ancang-ancang akan menggeser prioritas dari memburu utang dari pasar keuangan komersial beralih kepada pinjaman multilateral dan bilateral.
"Langkah tersebut sebagaimana dikatakan dirjen pengelolaan utang negara beberapa waktu lalu, bahwa Indonesia akan beralih dengan meninggalkan global bond dalam semester II tahun 2020," paparnya.
Dikatakan Salamuddin, kebijakan lembaga keuangan multilateral dan negara donor memang gawat jika dilihat posisi keuangan Indonesia saat ini yang kering kerontang.
Sementara pada saat yang sama, Indonesia tengah dipaksa mengambil utang ke pasar komersial dengan bunga sangat tinggi.
"Itulah mengapa Ficthratings lembaga peneringkat global merilis bahwa Indonesia berada pada posisi layak investasi (outlook stable)," imbuhnya.
"Artinya Indonesia layak mengambil utang pada pasar komersial dengan bunga tinggi. Padahal sepanjang kwartal II tahun 2020 Indonesia telah mengambil utang dalam bentuk SUN setara dengan rata-rata utang setahun hanya dalam empat bulan. Gawat juga ya?" tukas Salamuddin.[Fhr]



