telusur.co.id - Tercatat 10 perusahaan yang terafiliasi Grup Bakrie ternyata menjadi underlying reksa dana dalam portofolio investasi PT Asuransi Jiwasaraya (Persero).

Porsi investasi asuransi jiwa pelat merah pada reksa dana dengan underlying emiten itu pun jauh lebih besar dibandingkan perusahaan milik dua terdakwa dalam perkara tersebut.

Hal itu terungkap dalam lanjutan persidangan perkara perkara Pidana No.: 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst., di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (14/9/20). Dalam persidangan itu, tiga saksi mahkota dihadirkan, yakni Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto.

Benny mengaku telah melakukan perhitungan atas data hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam BUMN tersebut. Dia menghitung komposisi penempatan investasi Asuransi Jiwasraya di berbagai reksa dana konvensional di 13 manajer investasi (MI) dengan beragam underlying berdasarkan kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap).

Dia pun mengelompokkannya dalam sejumlah kelompok underlying saham.

Berdasarkan portotolio investasi Asuransi Jiwasraya, jelas dia, total alokasi perseroan pada reksa dana dengan underlying saham PT Hanson International Tbk. (MYRX) tidak sampai 2 persen. Dia mengatakan asuransi jiwa pelat merah itu menempatkan sekitar 35 persen dana kelolaan di reksa dana dengan underlying emiten BUMN.

Selain itu, ada sekitar 20 persen investasi Asuransi Jiwasraya ditempatkan di reksa dana dengan underlying emiten-emiten di bawah Grup Bakrie. Menurutnya, ada sekitar 10 saham dari grup usaha itu yang menjadi underlying penempatan investasi saham Asuransi Jiwasaraya.

Ke-10 saham Grup Bakrie itu adalah PT Bakrie & Brothers Tbk. (BNBR), PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS), PT Bakrie Telecom Tbk. (BTEL), PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), PT Darma Henwa Tbk. (DEWA), PT Bakrieland Development Tbk. (ELTY), PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk. (JGLE), PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. (UNSP), PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA), dan PT Capitalinc Investment Tbk. (MTFN)

“Itu pakai dasar market cap sekarang. (Saham-saham Grup) Bakrie sudah gocapan (harga 50 perak) semua. Berarti zaman dulu lebih besar berarti lebih 20 persen. 10 saham Bakrie. Yang jelas Hanson itu nggak sampai 2 persen, iya,” jelasnya ketika ditanyai oleh Dion Pongkor, Kuasa Hukum Terdakwa Syahmirwan, Mantan GM Investasi dan Kadiv Investasi PT Asuransi Jiwasraya periode 2008 – 2018.

Hal itu ditanyakan oleh Dion Pongkor setelah melihat isi dakwaan dan penjelasan saksi ahli dari BPK yang hadir dalam persidangan pekan lalu. Saat itu, jelas Dion, saksi ahli dari BPK menyatakan ada empat kluster dakwaan yang menyebabkan Asuransi Jiwasraya merugi hingga Rp16 triliun.

Empat kluster itu adalah pembentukan kontrak pengelolaan dana (KPD) pada 2008; reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) pada periode 2009 – 2016; pembentukan reksa dana konvensional; dan pembelian saham BBRJ, PPRO, SMBR, dan SMRU.

Berdasarkan data, jelas Dion, jumlah underlying saham Grup Bakrie yang dikelola oleh 13 MI yang menjadi tempat Asuransi Jiwasraya menempatkan investainya sangat banyak.

“Di PT Corvina Capital, ada enam saham Bakrie, di PT Dana Wibawa Management Investasi ada enam saham Bakrie, di PT GAP Capital empat saham Bakrie,  di PT Jasa Capital Asset Management lima saham Bakrie, di PT Maybank Aset Management  tiga saham Bakrie, PT Millenium Danatama empat saham Bakrie, PT MNC Asset Management dua saham Bakrie, PT Oso Management Investasi Lima saham Bakrie, di PT Pinekel Persada Investasi enam saham Bakrie, di PT Pool Advista Management enam saham Bakrie, PT Sinar Mas Asset Management enam saham Bakrie, di PT Prospera Aset Management total enam saham Bakrie dan PT Treasure Fund Investama (TFI) total enam saham Bakrie,” jelasnya.

Sementara itu, lanjut Dion, reksa dana dengan underlying emiten milik Benny hanya satu yakni MYRX dan Heru Hidayat hanya IIKP dan SMRU.

“Kemarin setelah menanyakan ke BPK hitungnya dari mana, ruginya sampai Rp 16 triliun?” tanya Dion.

Oleh karena itu, kuasa hukum Syahmirwan ini menanyakan apakah para saksi mahkota tersebut terkait dengan Grup Bakrie.

Benny Tjokrosaputro, terdakwa yang asetnya paling banyak disita oleh Kejagung dalam perkara ini, membantah hubungan itu.

“Satu- satunya hubungan saya dengan Bakrie  itu pernah diajak ngobrol- ngobrol, makan- makan  dengan pak Nirwan (Nirwan Bakrie_red),” jawabnya.

Dalam persidangan yang sama, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat juga mengaku hal yang sama. Pihaknya tidak memiliki afiliasi dengan Grup Bakrie.

Oleh karena itu, dia menegaskan tudingan bahwa dirinya turut megendalikan saham-saham dalam pembentukan reksa dana konvensional yang terkait Asuransi Jiwasraya adalah tidak masuk akal.

“Kalau  OJK kemaren bikin group, itukan group HH. Bukan group HB. Heru Bakrie kan nggak ada pak. Jadi darimana kami terafiliasi dengan Bakrie?” terangnya.

Sementara itu, Joko Hartono Tirto membantah dakwaan mengatur dan mengendalikan isi saham reksa dana konvensional yang terkait Asuransi Jiwasraya.

“Kalau lihat dakwaan, saya pengendali seluruh saham atau 124 saham di bursa,” tegasnya.

Padahal, jelas dia, pihaknya hanya menyodorkan sejumlah saham yakni IIKP, TRAM dan SMRU. Penawaran itu pun, sebut Joko, bisa dipertanggungjawabkan, mulai dari saat pembelian hingga penjualan.

“Dan data dari OJK Jiwasraya itu untung. Dan item per item pun  bisa dibuktikan. Kalau nongol saham Bakrie ya, itu independensi dari MI itu sendiri. Bukan berarti yang 3 saham ini tidak independen, tetapi tidak saya tawarkan sudah ada di dalam,” pungkas Joko Hartono. [Tp]