telusur.co.id - Kabar duka kembali datang dari keluarga besar Nahdlatul Ulama. Seorang tokoh NU, KH Ahmad Bagdja, wafat pada Kamis (6/2) dini hari pukul 01.09 WIB di RS Jakarta Medical Center (JMC).
KH Ahmad Bagdja lahir di Kuningan, Jawa Barat, pada 1945. Dia dikenal sebagai kiai penggerak dan organisatoris. KH Ahmad Bagdja adalah mantan Ketua Umum PB PMII dan Mantan Sekjen PBNU. Almarhum dalah ayah dari Anggota Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Berduka yang mendalam atas wafatnya KH. Ahmad Bagja (Mustasyar PBNU 2015 - 2020). Semoga Allah SWT menerima amal-ibadah-nya, semoga husnulkhotimah. Al Fatihah," tulis Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dalam akun twitternya, Kamis (6/2/20).
Ketua Umum Pagar Nusa Nahdlatul Ulama, M Nabil Haroen menuturkan, ada beberapa kenangan penting yang dia ingat tentang sosok Kiai Bagdja.
Pertama, Kiai Bagdja konsisten dengan pengabdian ke-NU-an, keislaman, dan kebangsaan.
"Beliau sosok yang istiqamah untuk berjuang membesarkan NU dan Islam, selalu peduli dengan persoalan umat. Dari sosok beliau, generasi santri bisa belajar bagaimana berjuang dan mengabdi," ungkap Gus Nabil dalam pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (6/2/20).
Kedua, kata dia, Kiai Bagdja adalah sosok pengader dan pendamping generasi muda. Semasa hidupnya, almarhum selalu memberi nasihat, arahan, sekaligus teladan begi generasi muda. Menurut Nabil, Kiai Bagdja tidak kenal lelah mengader santri, agar menjadi pejuang sekaligus pemimpin.
"Mimpi-mimpi besarnya selalu menginspirasi. Juga, membangkitkan gairah dan semangat anak muda NU. Persentuhan saya pribadi dengan beliau menjadi pelajaran berharga, bagaimana konsisten mengabdi, berjuang sekaligus membangitkan gerakan santri, baik di pesantren, Pagar Nusa, maupun Nahdlatul Ulama," ucapnya.
Ketiga, kata Gus Nabil, Kiai Bagdja berjiwa besar dan bermimpi tinggi. Dia sosok yang menginspirasi anak muda. Dia selalu mengatakan bahwa anak muda NU harus menjadi istimewa, menjadi pemimpin bagi bangsa. Pengabdian dan kiprah Kiai Ahmad Bagdja melintas batas, dari gerakan anak muda, pengaderan, hingga pengabdian untuk bangsa dan negara.
"Pesantren, NU, dan Indonesia kehilangan sosok pejuang, pengader, dan negarawan sejati," pungkasnya. [Tp]