telusur.co.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengambil langkah strategis untuk mendorong pemerataan pembangunan industri di seluruh pelosok Indonesia. Salah satu terobosan terbarunya adalah penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Perindustrian (R-Permenperin) tentang Kawasan Industri Tertentu (KIT). Aturan ini dirancang untuk mempercepat pertumbuhan kawasan industri, khususnya yang memiliki karakteristik dan tantangan unik.
Sebagai bagian dari proses penyusunan regulasi ini, Direktorat Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (Ditjen KPAII) Kemenperin baru-baru ini menggelar forum konsultasi publik di Batam, Kepulauan Riau. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari implementasi lanjutan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri.
“Rancangan ini kami susun sebagai jawaban atas kebutuhan pengembangan kawasan industri dengan keterbatasan lahan atau konsep tematik tertentu,” ujar Tri Supondy, Direktur Jenderal KPAII Kemenperin, dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (4/6).
Industri: Pilar Ekonomi Nasional
Tri menegaskan bahwa pengembangan kawasan industri adalah kunci penting dalam membangun sektor industri nasional secara berkelanjutan. Dalam lima tahun terakhir, sektor industri pengolahan nonmigas menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan tahunan stabil di kisaran 4–5 persen, serta kontribusi terhadap PDB nasional yang konsisten di atas 16 persen, bahkan menyentuh 17,50 persen pada kuartal I tahun 2025.
Pengembangan industri ini dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015–2035, melalui pembentukan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Peruntukan Industri (KPI), serta pembangunan Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM).
“Hingga Mei 2025, sebanyak 170 perusahaan kawasan industri telah mengantongi Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dengan total luas lahan mencapai 94.841 hektare dan tingkat keterisian sebesar 59,52 persen,” ungkap Tri.
Solusi untuk Tantangan Nyata
Rancangan Permenperin ini hadir untuk memberikan kepastian hukum dan arah pengembangan yang lebih jelas bagi kawasan industri dengan luas di bawah 50 hektare. Situasi ini umumnya dihadapi oleh daerah yang memiliki keterbatasan lahan, serta kebutuhan untuk membangun kawasan industri tematik seperti industri hasil tembakau, perikanan, tekstil, dan digital, yang disesuaikan dengan wilayah WPPI di dalam dan luar Jawa.
Selain itu, regulasi ini juga mendukung pengembangan kawasan di wilayah strategis seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Menariknya, aturan ini juga membuka peluang bagi kawasan industri yang sudah beroperasi sebelum 2015 untuk dilegalisasi melalui pasal peralihan, khususnya di daerah seperti Batam.
Respons Positif dari Dunia Usaha
Langkah ini disambut baik oleh dunia usaha. Akhmad Ma’ruf Maulana, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang KEK, Kawasan Industri, dan Proyek Strategis Nasional, menyatakan bahwa kebijakan ini menunjukkan keberanian pemerintah dalam menghadapi realita lapangan secara objektif.
“Fleksibilitas kebijakan seperti ini sangat dibutuhkan, khususnya untuk mendorong pertumbuhan industri skala kecil dan menengah di daerah,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Peters Vincent, Wakil Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Wilayah Kepulauan Riau. Menurutnya, posisi strategis Batam yang dekat dengan Singapura dan Malaysia serta didukung infrastruktur yang mumpuni menjadikan pengembangan kawasan industri kecil sangat relevan dan mendesak.
Partisipasi Publik Jadi Kunci
Konsultasi publik ini menjadi ruang dialog penting bagi seluruh pemangku kepentingan mulai dari pemerintah daerah, pelaku usaha, asosiasi, hingga pengelola kawasan industri untuk memberikan masukan atas isi rancangan peraturan tersebut.
“Kami berharap Rancangan Permenperin ini bisa segera ditetapkan dan menjadi dasar hukum yang kuat serta aplikatif bagi pengembangan industri nasional ke depan,” pungkas Tri Supondy. “Kami sangat menghargai dukungan dan kontribusi semua pihak demi terciptanya regulasi yang tepat guna dan tepat sasaran.”.[]