telusur.co.id - “Ilmu yang tidak dibagikan bukan hanya kehilangan nilainya, tapi juga mati muda", ujar seorang editor jurnal ilmiah. Di balik kemegahan seminar ilmiah yang diselenggarakan perguruan tinggi, ada satu elemen yang sering kali terabaikan, yaitu prosiding.
Ribuan artikel hasil pemikiran akademik, kerja lapangan, dedikasi pada masyarakat, hingga inovasi teknologi, justru berhenti pada dokumen elektronik yang tak terdengar gaungnya. Sayangnya, di banyak kampus, prosiding hanya mengambil fungsi administratif saja, sebagai pelengkap kegiatan, bukan sebagai alat diseminasi pengetahuan maupun hasil capaian penelitian yang strategis.
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) berusaha memutus pola ini. Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga ini menyadari bahwa kualitas tata kelola prosiding menentukan seberapa jauh hasil riset bisa berdampak, baik pada pemeringkatan kampus, jejaring ilmiah, hingga kebijakan publik.
Maka, tim peneliti Dosen PPNS yang terdiri dari; Dika Rahayu Widiana, Eky Novianarenti, Tarikh Azis Ramadani, Anda Iviana Juniani, Imaniah Sriwijayasih, Anggara Trisna Nugraha, Alma Vita Sophia, dan Rikat Eka Prasetyawan, melaksanakan langkah-langkah sistematis pun mulai dibangun dari penyusunan e-prosiding, pendaftaran ISSN, pengintegrasian DOI, hingga indeksasi nasional melalui Garuda.
Membangun Reputasi dari Hal "Kecil"
Sebagian besar publik lebih mengenal jurnal ilmiah sebagai simbol kredibilitas akademik. Namun, di balik itu, prosiding memiliki posisi yang tak kalah penting. Prosiding merupakan jembatan antara gagasan awal dan publikasi yang lebih mapan. Terlebih, di kampus vokasi seperti PPNS, riset-riset terapan maupun teknologi tepat guna justru banyak ditampilkan pertama kali dalam forum seminar ilmiah.
“Sayangnya, banyak prosiding berakhir tak terindeks. Artikel yang tersaji pun tak punya Digital Object Identifier (DOI), apalagi terbaca mesin pencari akademik. Kondisi ini berdampak langsung pada rendahnya rekognisi karya ilmiah dosen, stagnannya skor Science and Technology Index (SINTA), dan terhambatnya pemeringkatan institusi. Dari sinilah, kami melihat perlunya perubahan paradigma,” ujar Dika pada keterangannya. Selasa, (27/5/2025) siang.
Transformasi Berbasis Penelitian
Menurut Imaniah, sejak Agustus 2024, tim peneliti PPNS yang terdiri dari delapan dosen lintas keahlian mulai menggarap penelitian penugasan dari PPNS bertajuk Penguatan Tata Kelola Publikasi Ilmiah Berbasis Prosiding.
Target pertama dari penelitian tersebut adalah memperbaiki sistem pengelolaan seminar tahunan seperti ICOMTA (International Conference on Maritime Technology and Its Application) dan seminar prodi Teknik Permesinan Kapal, Teknik Kelistrikan Kapal, hingga Manajemen Bisnis. Dan target kedua adalah memastikan seluruh prosiding yang dipublikasikan oleh P3M PPNS terindeks Garuda.
Hal ini menjadi respon peneliti dari kebutuhan peningkatan rekam jejak digital yang disampaikan M. Abu Jamiin sebagai Kepala P3M. Adapun capaian konkrit yang telah dilakukan meliputi :
• Perbaikan dan pengembangan platform e-prosiding resmi kampus
• Pendaftaran ISSN untuk prosiding seminar nasional (bagi program studi yang belum memilikinya)
• Pengelolaan DOI untuk setiap prosiding, serta
• Integrasi ke dalam basis data nasional seperti Garuda yang dikelola Kemenristek/BRIN
Capaian demi capaian ini tidak hanya bersifat administratif. Terdapat proses pemikiran kritis untuk kerangka kerja jangka menengah, didukung pula kegiatan pelatihan intensif, FGD antar editor, dan pendampingan berkelanjutan.
“Sebuah kerangka kerja kolaboratif yang hendaknya dapat dilakukan setiap kampus vokasi secara sistematis dan kontinu. Capaian lainnya yang merupakan target dari penelitian penugasan ini adalah publikasi hasil penelitian pada jurnal nasional terindeks minimal Sinta 3,” tambah Imaniah.
Hasil yang Terlihat, Jangan Berhenti, dan Teruslah Bergerak
Hingga Mei 2025, beberapa hasil awal mulai tampak. Prosiding ICOMTA telah resmi terindeks di Garuda. Beberapa prosiding prodi lainnya tengah dalam proses pemberian DOI dan pengurusan ISSN.
“Target kami pada Juli 2025 adalah seluruh seminar ilmiah PPNS, baik nasional maupun internasional, memiliki tata kelola publikasi yang setara dengan jurnal akademik,” imbuhnya.
Bagi PPNS, indeksasi bukanlah garis akhir, namun menjadi pintu pembuka untuk :
• Meningkatkan keterlacakan riset terapan di sektor perkapalan dan industri maritim
• Menumbuhkan budaya akademik yang menghargai keberlanjutan publikasi
• Membuka ruang kolaborasi riset lintas institusi
Dengan terindeksnya prosiding secara sistematis, dosen-dosen vokasi pun akan lebih mudah melanjutkan hasil temuannya ke bentuk artikel jurnal, paten, atau kerja sama dengan dunia usaha hingga kerjasama global.
Menilik ke Depan: Tantangan dan Peluang
Tantangan berikutnya adalah menjaga konsistensi. Tanpa keberlanjutan pendampingan, prosiding bisa kembali menjadi dokumen formalitas. Di sinilah pentingnya mendorong pembentukan tim editorial yang berdedikasi penuh, bukan panitia ad hoc yang hanya bekerja saat acara berlangsung.
Tim peneliti PPNS, lanjut Dika, mengajak institusi pendidikan tinggi, khususnya vokasi, untuk melihat kembali posisi strategis prosiding. Jangan lagi anggap ia sebagai “produk sampingan”. Justru dari sinilah banyak pemikiran segar dan aplikatif lahir. Jika tata kelolanya dibenahi, prosiding bisa menjadi fondasi kuat bagi reputasi ilmiah institusi.
“Mengelola prosiding itu seperti mengelola benih. Prosiding mungkin kecil, namun apabila terawat dengan baik, bisa menjadi pohon pengetahuan yang rindang. Maka, mari berhenti membiarkan prosiding hanya menjadi jejak digital yang sunyi. Prosiding bangkit menjadi bagian dari ekosistem keilmuan yang hidup, produktif, kuat, dan bermartabat,” tutup Dika. (ari)