Ketua Badan Pengkajian MPR: PPHN Diperlukan Agar Kebijakan Presiden Tak Berubah-ubah - Telusur

Ketua Badan Pengkajian MPR: PPHN Diperlukan Agar Kebijakan Presiden Tak Berubah-ubah


telusur.co.id - Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Andreas Hugo Pareira, menegaskan bahwa pembahasan mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) akan menjadi pekerjaan penting MPR periode 2024–2029. Hal itu disampaikannya dalam sebuah forum resmi di Senayan, usai mengikuti rangkaian rapat MPR.

 

Andreas menjelaskan, Badan Pengkajian MPR telah merampungkan kajian awal PPHN dan melaporkannya kepada pimpinan MPR pada sidang tahunan lalu. “Selanjutnya, apakah dibentuk panitia ad hoc atau tidak, itu menjadi kewenangan pimpinan MPR,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).

 

Menurut Andreas, terdapat dua hal penting dalam pembahasan PPHN, yakni substansi dan bentuk hukum. “Opsi hukumnya bisa lewat amandemen UUD, TAP MPR, atau undang-undang. Namun, kalau lewat undang-undang, kita sudah punya RPJPN. Itu bisa menimbulkan persoalan, bahkan bisa diuji di Mahkamah Konstitusi. Karena itu, opsi ini harus dikaji lebih mendalam,” katanya.

 

Ia menambahkan, ketiadaan haluan negara pascareformasi membuat setiap presiden cenderung membawa kebijakan sendiri, yang berbeda dari pendahulunya. “Ini yang ingin kita tata kembali, agar pembangunan bangsa punya arah jangka panjang yang berkesinambungan,” jelas Andreas.

 

Terkait pidato Presiden Prabowo Subianto dalam sidang tahunan, Andreas menilai banyak hal positif, terutama soal komitmen menjaga kekayaan alam agar tidak terus mengalir ke luar negeri. Namun, ia mengingatkan agar optimisme itu sejalan dengan kondisi riil di lapangan.

 

“Pidato Presiden memang bagus dan memberi optimisme. Tapi realitasnya kita lihat sendiri, misalnya soal pangan. Pemerintah menyebut surplus beras 4 juta ton, tapi harga di pasaran tetap tinggi. Ini jadi ironi yang harus dijawab dengan implementasi nyata,” ujarnya.

 

Andreas juga menyoroti sejumlah program prioritas pemerintah, termasuk ketahanan pangan, energi, hingga penyediaan makanan bergizi gratis bagi 82,9 juta siswa dengan anggaran ratusan triliun rupiah. “Program ini sangat baik, tapi pertanyaannya: bisakah target tersebut tercapai sesuai rencana?” ucapnya.

 

Ia menekankan pentingnya kepastian hukum dan konsistensi kebijakan untuk menarik investasi luar negeri. “Presiden sudah memberi arah yang jelas. Tantangannya ada pada pembantunya, bagaimana bisa mengimplementasikan kebijakan itu tanpa terjebak hanya pada retorika,” pungkas Andreas.


Tinggalkan Komentar