KSPI Nilai Program Pemagangan Pemerintah Sama Saja Hina Lulusan Sarjana - Telusur

KSPI Nilai Program Pemagangan Pemerintah Sama Saja Hina Lulusan Sarjana


telusur.co.id -Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut, program pemagangan yang baru diluncurkan pemerintah, merupakansebaga bentuk pelecehan terhadap perjuangan dan jerih payah lulusan perguruan tinggi di Indonesia.

Menurut Iqbal, konsep pemagangan yang kini dijalankan pemerintah tidak berbeda jauh dari praktik eksploitasi tenaga kerja murah yang dibungkus dengan nama pelatihan. 

"Program pemagangan ini menghina lulusan sarjana," ujar Iqbal, Rabu (15/10/2025). "Orang sudah sekolah tinggi-tinggi, masuk kuliah susah, biaya mahal, tapi akhirnya disuruh magang seperti pekerja tanpa status." 

Iqbal menjelaskan, secara prinsip, pemagangan seharusnya diperuntukkan bagi pelajar atau mahasiswa yang masih dalam proses pendidikan, bukan untuk mereka yang sudah menyelesaikan studi dan mencari pekerjaan tetap. 

"Dulu kita mengenal praktik kerja lapangan atau PKL di sekolah. Itu benar, karena masih dalam rangka belajar. Tapi sekarang, orang yang sudah lulus disuruh magang lagi, itu namanya pelecehan terhadap pendidikan tinggi," kata Iqbal.

Lebih lanjut, Iqbal menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh membayangkan sistem pemagangan di Indonesia sama seperti di negara-negara maju. Di luar negeri, kata dia, program magang diatur ketat dan tidak digunakan untuk menggantikan tenaga kerja lokal. 

"Di negara-negara seperti Jepang, Jerman, atau Korea, orang asing memang tidak boleh bekerja tetap, maka mereka datang dalam status magang. Tapi di sana jelas aturannya, hak-haknya dilindungi. Beda dengan di Indonesia, yang justru membuka peluang eksploitasi dengan alasan pemagangan,"ujarnya.

Iqbal juga menyoroti adanya potensi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan program ini. Ia menduga izin penyelenggaraan pemagangan dan outsourcing bisa menjadi ladang korupsi baru. “Pemerintah seharusnya memeriksa siapa penyalur utamanya. Dari sini bisa dibongkar dugaan sumber korupsi. Kami memberikan nilai merah kepada Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang telah menyetujui program ini,” kata Iqbal.

Menurutnya, terdapat tiga alasan utama mengapa KSPI menolak keras program pemagangan ini.

Pertama, karena pemagangan tidak sejalan dengan esensi pendidikan tinggi. “Orang kuliah itu berjuang keras, bayar mahal, dan bersaing ketat untuk masuk. Setelah lulus, mereka butuh pekerjaan layak, bukan pelatihan ulang yang justru menurunkan martabat mereka,” tegasnya.

Kedua, program ini tidak menyelesaikan masalah pengangguran, melainkan menutupi kegagalan pemerintah menciptakan lapangan kerja berkualitas. “Katanya sudah mendaftar ribuan perusahaan, tapi kalau semuanya hanya menawarkan posisi magang tanpa kepastian kerja, itu berarti pemerintah gagal menyediakan lapangan kerja tetap,” ujarnya.

Ketiga, jenis pekerjaan yang ditawarkan dalam pemagangan tidak sebanding dengan tingkat pendidikan para pesertanya. “Coba bayangkan, sarjana disuruh kerja jadi sopir forklift. Ini bukan soal merendahkan pekerjaan itu, tapi jelas tidak sesuai dengan kompetensi dan pendidikan mereka,” kata Iqbal.

Meski demikian, ia tetap mengakui bahwa pemerintah berupaya memikirkan lapangan pekerjaan di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Namun, menurutnya, pemagangan bukan solusi. “Kita bersyukur pemerintah memikirkan pekerjaan, tapi caranya salah. Solusinya bukan magang, melainkan menciptakan lapangan kerja layak dengan upah yang adil,” tutupnya.

KSPI menegaskan akan terus mengawasi pelaksanaan program pemagangan ini dan mengingatkan pemerintah agar tidak menjadikan kebijakan ketenagakerjaan sebagai pintu masuk bagi praktik perbudakan modern.[Nug] 


Tinggalkan Komentar