telusur.co.id - Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, eskalasi militer terbaru yang dilakukan Israel dengan menyerang instalasi nuklir Iran, serta sejumlah target di wilayah negara-negara lain, tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga menunjukkan watak agresif Zionis yang kian brutal dan kehilangan legitimasi moral.
Menurut Sukamta, aksi militer Israel ini bukan lagi sekadar membela diri atau mempertahankan eksistensi negara, melainkan sudah bergeser menjadi alat politik pribadi demi menyelamatkan karier Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang kian terpojok.
"Netanyahu sedang dalam tekanan luar biasa. Dukungan Barat terhadap kebrutalan genosidanya di Gaza mulai surut. Bahkan dari dalam negeri Israel sendiri, gelombang kritik atas kepemimpinannya kian membesar," kata Sukamta dalam keterangannya, Sabtu (14/6/2025).
"Serangan ke Iran tampak seperti langkah putus asa (Israel) untuk kembali menarik simpati negara-negara Barat yang memang punya sentimen terhadap Iran, apalagi terkait isu nuklir," sambungnya.
Politikus PKS ini menyatakan bahwa Israel kini bukan lagi negara yang berperang demi bertahan hidup, namun negara yang telah menjadi agresor regional demi kepentingan elite politiknya sendiri.
"Ini bukan soal eksistensi Israel, ini soal eksistensi politik Netanyahu. Dunia internasional tidak boleh terkecoh. Fokus utama tetap harus pada genosida terhadap rakyat Palestina yang hingga kini belum dihentikan. Jangan biarkan serangan ke Iran ini menjadi pengalih perhatian yang membuat dunia melupakan kejahatan utama yang sedang berlangsung," imbuhnya.
Sukamta menyerukan kepada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia dan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk tetap bersikap kritis dan konsisten dalam menentang segala bentuk kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel. Ia juga meminta agar jangan sampai negara-negara tersebut justru ikut terseret dalam logika perang yang diciptakan oleh Israel dan sekutunya.
“Kita harus tetap berpihak pada keadilan dan kemanusiaan. Jangan kehilangan fokus. Palestina masih dijajah, rakyatnya masih dibunuh. Dunia harus tetap bersuara lantang terhadap kejahatan itu, bukan justru terpecah fokus karena skenario provokasi baru,” tutup Sukamta.[Nug]