telusur.co.id - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Evita Nursanty menyerukan langkah tegas terhadap maraknya izin konsesi tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia meminta Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mengevaluasi seluruh izin pertambangan di wilayah tersebut — bukan hanya menindak satu perusahaan. “Kenapa hanya PT Gag Nikel yang ditindak? Padahal menurut Kementerian Lingkungan Hidup, empat perusahaan nikel di sana melanggar aturan,” tegas Evita dalam keterangannya, Senin (10/6). “Raja Ampat adalah masa depan Indonesia, bukan tempat eksperimen segelintir perusahaan tambang.”
Evita mengingatkan, Raja Ampat bukan sekadar wilayah biasa. Kawasan ini merupakan ikon pariwisata kelas dunia, rumah bagi Geopark Global UNESCO, dan terletak di jantung Coral Triangle, yang menjadi habitat 75 persen spesies karang dunia dan lebih dari 1.600 jenis ikan.
Namun, pulau-pulau kecil seperti Kawe, Manuran, Batangpele, dan Gag yang berada di dalam kawasan Geopark dan Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional (RIDPN) Raja Ampat 2024–2044 justru menjadi target eksploitasi tambang. “UU No. 1 Tahun 2014 sudah jelas: pulau kecil tidak boleh ditambang. Jadi, kalau tambang nikel tetap beroperasi di sana, itu pelanggaran hukum. Titik.”
Evita juga menyoroti ketimpangan dalam proses pemberian izin tambang, di mana pemerintah daerah, bahkan masyarakat setempat, tidak dilibatkan sejak awal. Hal ini menimbulkan keresahan, terutama di tengah geliat pengembangan pariwisata berkelanjutan. “Kepala daerah di Papua Barat Daya mengeluh, mereka hanya jadi penonton. Perusahaan tambang datang tanpa komunikasi. Ini bukan hanya masalah lingkungan, tapi soal kedaulatan daerah dan potensi konflik sosial,” ungkapnya.
Menurut Evita, banyak kepala daerah yang mendesak agar pemerintah pusat merevisi regulasi teknis, agar daerah memiliki peran dalam evaluasi izin dan proses konsultasi publik sebelum izin diterbitkan.
Evita menekankan pentingnya kesamaan visi antarkementerian/lembaga dan pemda, terutama setelah Raja Ampat ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) lewat Perpres No. 87 Tahun 2024. Dalam perpres tersebut, Raja Ampat diarahkan menjadi destinasi pariwisata berbasis konservasi, inklusif, dan berkelanjutan. “Kalau pemerintah pusat serius ingin jadikan Raja Ampat sebagai poros pariwisata dunia, maka tambang nikel harus ditinjau ulang. Jangan sampai ego sektoral membuat kita mengorbankan masa depan,” tegasnya.
Evita juga mengingatkan agar publik tidak dibohongi dengan narasi bahwa tambang dan pariwisata bisa berjalan beriringan di pulau-pulau kecil. “Sudah jelas ada konflik kepentingan. Kita harus bongkar ini. Masa depan Papua dan Indonesia tak boleh dikorbankan demi 3–4 perusahaan tambang.”.[]