telusur.co.id - Panja Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) Komisi VIII DPR masih alot membahas pasal yang mengatur hak cuti suami menemani istri melahirkan.  

Dalam dfrat RUU KIA, materi cuti bagi suami itu berada pada pasal 6 hingga 10. "Sampai hari ini, soal cuti bagi suami belum ada titik temu. Ada yang mengusulkan 2 hari sampai 40 hari," ujar Ketua Panja RUU KIA, Diah Pitaloka di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/9/23).

Tak hanya itu, lanjut Diah, masa cuti istri melahirkan juga perdebatannya masih sengit. Karena ada yang mengusulkan 3 bulan dan ada pula yang mengusulkan selama 6 bulan. “Saat ini banyak perusahaan yang telah menerapkan secara beragam,” paparnya. 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR ini menyampaikan, ada kebutuhan ibu melahirkan untuk ditemani suaminya, baik secara fisik maupun psikologis. 

Menurutnya, kehadiran sosok ayah sangat berpengaruh bagi pemulihan mental istri pasca melahirkan.

"Jadi ada kebutuhan bagi ibu untuk peran bapak, ini menempatkan ayah berperan dalam parenting living tadi," ujar Diah.

Bagi Diah, masalah ekonomi dan kinerja saat bekerja justru bukan menjadi masalah. Para suami dan istri akan lebih produktif bekerja bila berada dalam mood atau suasana yang nyaman.

"Persoalan ekonomi tidak ada masalah, justru malah lebih produktif bekerja dan kemudian pendapatan perusahaan bisa meningkat," tuturnya. 

Disinggung soal target selesai RUU KIA, Diah optimis bisa rampung pada Desember 2023. Kendati, dalam waktu dekat DPR akan memasuki masa reses. 

"Yang jelas, kita coba mempercepat pembahasan RUU KIA ini, setelah reses, sehingga selesai sesuai target, Desember 2023," ujarnya.[Fhr]