Politisi NasDem Nilai Proporsional Tertutup Banyak Madaratnya - Telusur

Politisi NasDem Nilai Proporsional Tertutup Banyak Madaratnya

Dedy Ramanta (pegang mix).

telusur.co.id - Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Dedy Ramanta menerangkan jika proporsional terbuka lebih banyak manfaatnya, sedangkan proporsional tertutup lebih banyak mudaratnya bagi demokrasi, masyarakat serta partai politik. "Buktinya dari 9 partai di parlemen, 8 partai menolak sistem proporsional tertutup," terangnya. 

Mengenai politik uang, Dedy yang pernah menjabat sebagai Manager WALHI Jakarta (2007-2009) itu mengungkapkan menggunakan proporsional tertutup tidak menjamin politik uang akan hilang. Politik uang akan tetap ada dalam sistem pemilu. 

"Apakah dengan sistem tertutup politik uang tidak akan terjadi, tidak juga. Kalau sistem terbuka, mungkin uang beredar di masyarakat. Sedangkan dengan sistem tertutup, politik uang untuk mendapatkan nomor urut," bebernya.  

Selain itu, ia juga memprediksi angka golongan putih atau golput akan meningkat jika Pemilu 2024 menggunakan sistem pemilu dengan proporsional tertutup. Karena itu, Partai NasDem menolaknya. "Kenapa kita menolak sistem pemilu secara tertutup karena angka golput akan meningkat," ungkap Dedy.

Sistem pemilu dengan menggunakan proporsional tertutup secara langsung akan berdampak signifikan terhadap turunnya angka partisipasi masyarakat yang ingin memilih calon anggota legislatifnya di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi maupun di DPRD Kabupaten Kota. 

"Bagaimana rakyat mau berpartisipasi jika hanya disodorkan lambang partai saja. Masyarakat pasti malas datang ke TPS (tempat pemungutan suara)," ujar Dedy. 

Jika masyarakat sudah cuek dan acuh tak acuh terhadap penyelenggaran pemilu dan terhadap para wakilnya di parlemen, maka, esensi demokrasi akan hilang. Sedangkan kalau menggunakan sistem terbuka, rakyat diajak untuk memilih wakilnya secara langsung. Publik juga mempunyai keinginan untuk melihat figuritas dan track record para calegnya. 
   
Selain rakyatnya yang malas untuk ke TPS, para caleg yang berada di nomor urut besar juga akan malas-malasan untuk menyapa dan menampung aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya. 

"Kalau memakai sistem tertutup, ngapain caleg di nomor urut 3 ke bawah kerja keras mengkampanyekan partai karena yang bakal terpilih adalah nomor urut 1. Caleg akan ogah-ogahan untuk menampung aspirasi ke bawah dan rakyat juga malas dengan partai politik," katanya. 

Seperti diketahui, gugatan mengenai sistem proporsional tertutup didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi dan sudah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Adapun yang menggugat sebanyak enam orang.

Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017. Dalam pasal itu diatur bahwa pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. [ham]


Tinggalkan Komentar