Prajurit TNI Kembali Tewas di Papua, PKS Minta Menhan Prabowo Bergerak - Telusur

Prajurit TNI Kembali Tewas di Papua, PKS Minta Menhan Prabowo Bergerak

Ilustrasi evakuasi TNI korban penembakan KKSB. (Foto: Antara)

telusur.co.id - Dua prajurit TNI dari Yonif R 400/BR, Pratu Roy Vebrianto dan Pratu Dedi Hamdani, dikabarkan tewas dalam baku tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Intan Jaya, Papua, pada Jumat lalu.

Terkait itu, anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyesalkan, pemerintah terkesan diam atas jatuhnya kembali korban dari TNI yang bertugas di Papua.

"Korban berjatuhan dari pihak TNI masih saja terjadi, ini seakan ada pembiaran dari pemerintah. Seingat saya bulan November lalu ada 1 personil TNI gugur, kemudian masih di bulan ini ada 1 lagi yang gugur," kata Sukamta dalam keteranganya, Minggu (24/1/21).

Sukamta menilai, tewasnya personil TNI saat bertugas, menunjukkan gangguan kamtibmas masih tinggi di Papua. Seharusnya, ada upaya serius mengatasi hal ini supaya tidak ada lagi korban aparat TNI-Polri dan juga warga sipil. "Kami berharap Pak Menhan Prabowo segera bergerak," pintanya.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga menyoroti pendekatan pemerintah dalam mengatasi KKB yang dianggap terlalu lunak. Dampaknya, kelompok separatis leluasa bergerak melakukan serangan kepada aparat keamanan dan warga sipil. "Selama ini penanganan KKB terkesan setengah hati."

Sukmata lantas membandingkan dengan Operasi Tinombala di Poso yang berhasil menumpas kelompok Santoso. Dalam operasi tersebut pemerintah kerahkan satuan tempur yang punya reputasi handal seperti Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus secara bersamaan. 

Namun, hal itu yang tidak terlihat dalam upaya menangani kelompok separatis di Papua. "Dugaan saya pemerintah ragu-ragu dengan langkah lebih keras. Karena khawatir sorotan dunia internasional yang memandang masih adanya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua," ujarnya. 

Sukamta menyarankan pemerintah melakukan langkah penyelesaian masalah di Papua secara komprehensif. Salah satunya bisa  dengan membentuk kementerian atau badan khusus soal Papua. Karena, kenaikan dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar 0,25 persen, tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah tak melakukan evaluasi secara total terhadap pelaksanaan otsus dan berbagai langkah yang selama ini dilakukan. 

"Alih-alih bisa selesaikan masalah, kenaikan anggaran bisa memperbesar peluang korupsi berjamaah. Pemerintah harus masuk pada akar masalah dan menyelesaikannya secara tuntas. Dan hal ini bisa dimulai dengan menata kelembagaan secara khusus untuk penanganan Papua," tukasnya.[Fhr]
 


Tinggalkan Komentar