Refly Harun Sebut Koopsus TNI Digerakkan Tanpa Perintah Presiden adalah Pembangkangan - Telusur

Refly Harun Sebut Koopsus TNI Digerakkan Tanpa Perintah Presiden adalah Pembangkangan


telusur.co.id - Pakar hukum tata negara, Refly Harun mengatakan, keberadaan pasukan elit TNI seharusnya dipelihara dengan tidak dihadap-hadapkan dengan masyarakat sipil.

Hal itu disampaikan Refly dalam video yang diunggah di akun YouTube Refly UNCUT bertajuk "Hanya Presiden Jokowi Yang Bisa Perintah Koopsus, Pasukan TNI Yang Datangi FPI!!".

Dalam video itu, awalnya Refly membahas sebuah berita tentang pendapat dari Sekretaris Umum DPP FPI, Munarman, atas kejadian keterlibatan TNI maupun keberadaan Koopsus di sekitaran Markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat beberapa hari lalu.

Refly menguraikan, Koopsus baru dibentuk pada masa Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sekitar Juli 2019 lalu yang merupakan kumpulan tiga pasukan elit. Yaitu, Angkatan Darat (Kopassus), Angkatan Laut (Marinir), dan pasukan elit Angkatan Udara (Paskhas) .

Pasukan Koopsus itu langsung berada di bawah Panglima TNI dengan penggunaan atas perintah Presiden Joko Widodo.

"Jadi kalau misalnya ada yang berani menggerakkan pasukan itu tanpa perintah presiden, berarti sudah melakukan yang namanya pembangkangan. Karena tidak boleh ada yang menggerakkan pasukan itu tanpa izin atas sepengetahuan presiden," ujar Refly Harun seperti dikutip, Senin (23/11/20).

Refly menjelaskan, dalam konteks silogisme, pernyataan Munarman dianggapnya masuk akal bahwa suara sirine di depan Markas FPI tersebut bertujuan untuk menakut-nakuti, membuat jera atas nama Presiden.

"Baik karena perintah langsung, maupun ya karena perintah tidak langsung. Ya misalnya perintah tidak langsung itu membiarkan orang lain melakukannya, tetapi tidak di tindak atau tidak ditegur ya," tuturnya.

"Jadi luar biasa kita ini, padahal harusnya pasukan-pasukan elit seperti itu ya harus tambah di pelihara, harus tidak boleh berhadapan dengan masyarakat sipil," sambunya.

Padahal, ujar Refly, tentara biasa tidak boleh berhadapan dengan masyarakat sipil, palagi, pasukan elit yang merupakan gabungan dari pasukan elit TNI dikerahkan untuk menghadapi masyarakat sipil.

Ia juga berharap, insiden ini bukan disengaja atau by design. Kendati sulit mengatakan bahwa insiden itu bukan by design. Karena dalam waktu bersamaan ada penurunan baliho yang juga oleh pasukan loreng.

Refly juga berharap keterlibatan TNI dalam politik sipil tidak kembali terulang. Sebab, tidak diperbolehkan oleh konstitusi maupun politik.

"Berkali-kali saya katakan, senjata tidak mungkin kompatibel dengan demokrasi. Senjata itu alat rezim kohersif, alat untuk melakukan menundukkan musuh dengan cara yang paling keras," tuturnya.

"Sementara demokrasi menundukkan lawan debat, katakanlah lawan-lawan politik dengan akal budi, dengan akal dan budi kita. Jadi dengan pikiran dan hati," tukasnya.[Fhr]


Tinggalkan Komentar