Rencana Ekstensifikasi Cukai di Tengah Naiknya Tarif PPN 12% - Telusur

Rencana Ekstensifikasi Cukai di Tengah Naiknya Tarif PPN 12%


Telusur.co.id -Penulis: Chairani Azzahra, Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

Pemerintah telah menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebelumnya ditetapkan 11% menjadi 12%. Rencana kenaikan tarif ini telah ditetapkan sejak disahkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang mana tarif 12% tersebut ditetapkan akan berlaku sejak 1 Januari 2025. 

Di samping kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah juga telah mengajukan ekstensifikasi barang kena cukai kepada Badan Anggaran DPR pada tahun 2024. Saat ini, terdapat tiga barang yang terkena cukai di indonesia, yaitu etil alkohol/etanol, minuman dengan kadar etil alkohol, dan hasil tembakau. Pengenaan cukai sendiri bertujuan untuk mengendalikan konsumsi atas suatu barang yang dapat menimbulkan eksternalitas atau dampak negatif. Sementara itu, ekstensifikasi cukai nantinya akan difokuskan pada produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). 

Urgensi Ekstensifikasi Cukai atas Plastik dan MBDK 

Data dari SIPSN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menunjukkan bahwa pada tahun 2023 terdapat 69,9 juta ton timbulan sampah di Indonesia dengan sebesar 18,71% didominasi oleh sampah plastik. Apabila sampah plastik tersebut tidak diolah dengan baik dan dibatasi konsumsinya, tentunya akan menjadi limbah yang menumpuk di masa mendatang, di mana waktu yang dibutuhkan untuk sampah plastik terurai dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan tahun. 

Sementara itu, laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada tahun 2023 menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat usia tiga tahun atau lebih terhadap minuman berpemanis di seluruh provinsi berada di angka yang cukup tinggi. Kebiasaan konsumsi

masyarakat terhadap minuman berpemanis lebih dari atau sama dengan 1 kali per hari berada pada angka 47,5%. Kemudian, kebiasaan konsumsi 1-6 kali per minggu berada pada angka 43,3% dan kebiasaan konsumsi kurang dari atau sama dengan 3 kali per bulan berada pada angka 9,2%. Padahal, batas konsumsi gula per hari yang disarankan oleh World Health Organization (WHO) adalah kurang dari 10% dari total asupan harian dengan takaran gula yang dapat dipertimbangkan yaitu di bawah 5% atau sekitar 25 gram (6 sendok teh) per harinya. 

Konsumsi yang berlebihan atas plastik akan berdampak pada rusaknya lingkungan akibat limbah yang sulit terurai tersebut. Begitu pula dengan konsumsi minuman berpemanis yang tidak terkontrol dapat mendorong risiko diabetes melitus. Dengan demikian, diperlukan pembatasan atas konsumsi tersebut, salah satu alat yang digunakan dalam melakukan pembatasan tersebut adalah melalui pengenaan cukai, di mana cukai akan memberikan dampak atas kenaikan harga barang yang diharapkan dapat mengurangi konsumsi masyarakat. 

Naiknya Harga Barang 

Urgensi ekstensifikasi cukai telah jelas dalam tujuan membatasi konsumsi masyarakat. Namun, perlu diperhatikan kembali implikasi pungutan cukai ini terhadap kenaikan harga, di mana tahun 2025 mendatang tengah digadang-gadang naiknya tarif PPN 12%. Naiknya tarif PPN sendiri berpotensi memberikan dampak terhadap harga produk. Apabila ekstensifikasi cukai ini dilaksanakan dalam waktu dekat, dikhawatirkan akan berdampak terhadap daya beli masyarakat juga produktivitas industri. 

Plastik sendiri merupakan salah satu bahan baku yang umum digunakan sebagai kemasan barang, sehingga dengan adanya pungutan cukai berpotensi mengubah harga pokok perolehan atau cost structure akibat beban yang ditanggung industri. Terlebih untuk produk MBDK, dimungkinkan adanya dua pembebanan pungutan cukai apabila kemasan MBDK tersebut juga masih menggunakan plastik. Perubahan harga pokok perolehan suatu barang tentunya berpotensi untuk mengubah harga jual produk. 

Harga jual yang meningkat disertai dengan kenaikan tarif PPN sebesar 12% berpotensi mempengaruhi minat beli masyarakat. Minat beli masyarakat yang menurun dapat berimplikasi kepada pendapatan industri terkait, yang mana berpotensi dapat menurunkan produktivitas perusahaan. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan kembali waktu yang tepat dalam pemberlakuan ekstensifikasi cukai ini, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat. 

Keberhasilan Cukai dalam Membatasi Konsumsi Masyarakat 

Ekstensifikasi cukai yang diimplementasikan secara tepat dapat menjamin tercapainya upaya pencegahan dampak negatif akibat konsumsi yang berlebihan. Dalam penerapan pungutan cukai terhadap minuman berpemanis, terdapat beberapa negara yang berhasil menerapkan kebijakan ini, seperti Thailand. Sementara itu, terdapat beberapa negara juga yang berhasil dalam implementasi cukai plastik, seperti Filipina.

Dilansir dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (2022), pungutan cukai terhadap minuman berpemanis di Thailand telah diterapkan sejak tahun 2017 yang diberlakukan secara ad-valorem berdasarkan harga di pasaran dengan rentang 0-14% berdasar jenis MBDK (0% minuman konsentrat, 10% jus buah dan sayur, 14% minuman bersoda) dan pengenaan tarif yang spesifik berdasarkan kandungan gula dengan rentang kurang dari 6g sampai lebih dari 18g gula per 100 ml. Dampaknya, dalam periode 2017- 2019 menunjukkan adanya penurunan konsumsi harian MBDK sebesar 2,5% serta meningkatkan konsumsi produk MBDK dengan gula 0%, yaitu minuman teh hijau kemasan. 

Dilansir dari Department of Finance Republic of Philippines (2022), cukai plastik di Filipina dikenakan berdasarkan bobot kilogram dengan tarif 100 peso (sekitar Rp27.021,47) per kilogramnya dan akan terus meningkat 4% setiap tahun mulai dari tahun 2026. Dampaknya, terjadi penurunan penggunaan kantong plastik sebesar 25 sampai 26%. 

Keberhasilan negara-negara tersebut dalam mengimplementasikan cukai terkait dapat memberikan kesempatan yang sama terhadap Indonesia dalam mendukung tercapainya tujuan masa depan yang lebih berkelanjutan. Untuk itu, persiapan yang matang dalam implementasi ekstensifikasi cukai ini merupakan hal yang krusial, di mana perlunya pendampingan terhadap industri terkait dalam beradaptasi dengan kebijakan ekstensifikasi cukai ini. Dengan demikian, tujuan dampak negatif dari konsumsi yang berlebihan dapat ditanggulangi, tetapi tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap produktivitas industri terkait.


Tinggalkan Komentar