telusur.co.id - Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) berkunjung ke Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.
Dalam kunjungan itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat bersama dengan jajaran pengurusnya, diterima langsung oleh Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
Pertemuan tersebut mendiskusikan berbagai isu kebangsaan dan menegaskan komitmen kolaborasi lintas iman dalam menjaga dan merawat persatuan Indonesia.
"Kami menyampaikan keprihatinan atas sejumlah kasus intoleransi yang baru-baru ini terjadi, salah satunya pembubaran kegiatan retret pemuda Kristen di Sukabumi, serta polemik Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Depok," kata Sahat dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Sembari berseloroh, Sahat mengatakan bahwa selama ini GAMKI selalu berkomitmen kepada empat pilar PBNU, kepanjangan dari Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
Namun, lanjut Sahat, peristiwa intoleransi semacam ini menjadi alarm bagi semua pihak tentang menyebarnya paham radikal di tengah masyarakat.
"Ini bukan hanya tentang kebebasan beragama, tapi juga bagaimana komitmen kita terhadap Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dari pondasi keberagaman dan kebhinekaan," ujar Sahat.
GAMKI juga menyampaikan dukungan terhadap upaya yang dilakukan pimpinan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dalam menyuarakan keadilan lingkungan hidup.
"Seruan yang dilakukan Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan terkait persoalan TPL di Kawasan Danau Toba adalah persoalan bersama. Bersama dengan HKBP dan NU, kami memiliki semangat yang sama dalam memperjuangkan keadilan ekologis," ucapnya.
Sahat mengusulkan pentingnya membangun konsensus nasional lintas iman yang melibatkan lembaga keumatan seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lembaga keagamaan lainnya, guna menerjemahkan norma-norma kebangsaan berdasarkan Pancasila.
"Kita butuh satu titik temu agar nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya menjadi jargon. Kalau tidak disepakati bersama, maka setiap pergantian pemimpin bisa mengubah arah kebijakan sesuai kehendak politik. Ini yang memicu lahirnya intoleransi dan ketidakadilan lainnya," lanjutnya.
Ia juga menyampaikan bahwa Gus Yahya menyambut positif gagasan tersebut dan sebelumnya telah menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh lintas agama.
"Beliau merespons positif dan sudah menjalin dialog, termasuk dengan Ketum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Jacky Manuputty. Artinya, benih konsensus ini sudah mulai tumbuh dan perlu kita dukung bersama," imbuhnya.
GAMKI juga menyampaikan bahwa konsensus dan kolaborasi pemuda lintas agama sudah mulai dijalankan. Salah satunya saat mereka bersama GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Katolik, dan organisasi pemuda keagamaan lainnya bertemu Paus Fransiskus di Vatikan pada tahun 2024 untuk mendeklarasikan komitmen bersama atas nilai-nilai Pancasila.
"Deklarasi Jakarta-Vatikan adalah bentuk sumbangan kecil dari pemuda lintas iman. Tapi yang besar harus datang dari para tokoh agama, seperti PBNU, Muhammadiyah, PGI, KWI, dan lainnya. GAMKI bersama pemuda lintas agama lainnya pasti siap mendukung," ujar Sahat.
Menutup pertemuan tersebut, Ketum GAMKI kembali menitipkan harapan agar PBNU sebagai salah satu lembaga keagamaan terbesar di Indonesia dapat terus menjadi tumpuan dalam mengayomi masyarakat lintas iman di Indonesia.
"Masih banyak persoalan intoleransi yang terjadi di berbagai daerah seperti yang terjadi di Sukabumi dan Depok. Sekarang agak sulit berharap kepada Menteri Agama, jadi kami mengadu kepada Ketum PBNU. Kami percaya PBNU bisa menjadi penjaga kompas kebangsaan kita," pungkasnya.[Nug]